HUBUNGAN ANTARA DASAR NEGARA
DAN KONSTITUSI
1.
Pentingnya Dasar Negara Bagi Suatu Negara
Alangkah bijaknya orang yang membangun
rumahnya di atas batu karang, yang tangguh menghadapi gelombang pasang dan
badai,
dan betapa bodohnya
orang yang membangun rumahnya di atas pasir,
yang sewaktu-waktu akan
roboh diterjang banjir dan badai.
“Saudara-saudara!
Sesudah saya bicarakan tentang hal “Merdeka”, maka sekarang saya bicarakan
tentang hal dasar.
...................................................................................................
Paduka
tuan Ketua (maksudnya Ketua BPUPKI, pen.) minta dasar, minta philosophische grondslag, atau jika kita boleh memakai
perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta suatu “Weltanschauung”, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.
Kita
melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak
diantara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu “Weltanschauung.” Hitler mendirikan Jermania di atas “national-sozialistische weltanschauung”, - firasat nasional sosialisme
telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu.
Lenin
mendirikan negara Soviet (sekarang Rusia, pen.) di atas satu weltanschauung, yaitu Marxistische, Histoeisch-Materialistische Wltanschauung. Dai Nippon (negara Jepang, pen.) di atas satu Weltanschauung, yaitu yang dinamakan “Tennoo Koodoo Seishin”. Di atas Tennoo Koodoo
Seishin inilah
negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia
di atas satu Weltanschauung, bahkan di atas satu dasar
agama, yaitu Islam. Demikian itulah yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang
mulia: apakah Weltanschauung kita, jikalau kita hendak
mendirikan Indonesia yang merdeka?
....................................................................................................
Idealis-idealis
seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam “Weltanschauung”, bekerja mati-matian untuk merealisasikan “Weltanschauung” mereka itu.” (Pidato Lahirnya Pancasila oleh Bung Karno
pada tanggal 1 Juni 1945 dihadapan Sidang BPUPKI).
Ungkapan pada halaman judul dan uraian Ir. Soekarno, presiden pertama,
proklamator negara Republik Indonesia di atas, memperlihatkan betapa pentingnya
dasar atau pondasi bagi sebuah bangunan rumah atau negara. Kokoh tegaknya bangunan rumah atau pun negara sangat ditentukan oleh
kualitas dasar atau pondasinya. Menurut Soekarno, dasar negara tersebut
merupakan hal yang abadi (tetap dipertahankan selama berdirinya negara). Dalam
hal ini Soekarno menyatakan:
“Terus terang aku berkata, jikalau saudara-saudara
membelah dada Bung Karno ini, permohonanku kepada Allah Swt. Ialah
saudara-saudara bisa membaca di dalam dada Bung Karno memohon kepada Allah Swt.
Supaya Negara Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.” (Amanat Presiden
Soekarno pada tanggal 24 September 1955 di Kodam VIII Surabaya).
Sebagai rumah bangsa (lebensrauum),
tegak kokohnya negara juga sangat ditentukan oleh kualitas pondasi atau dasar
dari negara tersebut. Dasar negara yang
dapat diterima dan menjadi pondasi bagi seluruh warga negara merupakan hal penting bagi eksistensi negara. Untuk mewujudkan dasar negara semacam ini
maka dasar negara harus digali
dan bersumber dari pandangan hidup dan falsafah hidup bangsa yang bersangkutan. Falsafah hidup bangsa merupakan cerminan peradaban,
kebudayaan, dan keluhuran budi yang mengakar dan teranyam dalam kehidupan
bangsa.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan hidup itu adalah
Pancasila, maka oleh bangsa Indonesia Pancasila juga ditetapkan sebagai dasar
negara. Sejak awal kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila memang
dimaksudkan sebagai dasar falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perhatikanlah ucapan Soekarno, yang disampaikannya dalam Sidang BPUPK sebagai
berikut.
“Maaf beribu maaf!
Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal
yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan
dasarnya Indonesia merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan
Ketua yang mulia ialah dalam bahasa Belanda: “Philosofische gronslaag” daripada Indonesia Merdeka.
Philosofische gronslaag itulah pundamen, filsafat, pemikiran yang
sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya
didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.”
Pancasila sebagai Philosofische
gronslaag atau Weltanschauung Republik
Indonesia diberi status atau kedudukan yang tegas dan jelas dalam alinea
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dalam Pembukaan
UUD 1945 bersifat yuridis konstitusional. Artinya, nilai Pancasila sebagai
“norma dasar negara (Grundnorm,
menurut Nawiasky lebih tepat disebut Staatsfundamentalnorm
= kaidah negara yang fundamental) bersifat imperatif, artinya mengikat dan memaksa semua yang ada di dalam
wilayah kekuasaan hukum negara Republik Indonesia untuk setia melaksanakan,
mewariskan, mengembangkan, dan melestarikannya. Semua warga negara,
penyelenggara negara, lembaga negara, dan bahkan hukum perundang-undangan wajib
bersumber dan sesuai dengan nilai Pancasila.
Dengan demikian, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
berarti pula sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam negara. Pancasila
adalah “Cita Hukum” (Rechtsidee) yang
menguasai Hukum Dasar Negara (Konstitusi), baik Hukum Dasar yang tertulis
maupun Hukum Dasar yang tidak tertulis. Pancasila sebagai norma hukum tertinggi
menciptakan pasal-pasal Hukum Dasar, menentukan isi dan bentuk
lapisan-lapisan hukum yang lebih rendah. Nilai-nilai filosofis dan ideologis
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, menjelma di dalam
Batang Tubuh (pasal-pasal) UUD 1945, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut
dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bawahnya.Hal-hal yang diatur
dalam konstitusi negara adalah :
a. Jaminan hak – hak asasi manusia bagi seluruh
warga negara dan
penduduk
b. Sistem ketatanegaraan yang
mendasar
c. Kedudukan, tugas, dan wewenang lembaga –
lembaga negara.
Adapun fungsi konstitusi yaitu :
a. Membagi
kekuasaan dalam negara ( terutama kekuasaan legislatif,eksekutif , yudikatif )
b. Membatasi
kekuasaan pemerintah, antara lain :
·
Isi kekuasaan, misalnya menyangkut tugas dan
wewenang .
·
Waktu pelaksanaan kekuasaan, misalnya menyangkut
masa jabatan.
2.
Substansi
Konstitusi Negara
- Konstitusi sebagai Hukum Dasar: Konstitusi memuat prinsip – prinsip dan ketentuan yang dianggap paling pokok / dasar mengenai kehidupan bersama dalam suatu negara.
- Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi: Konstitusi sebagai kumpulan aturan hukum diberi kedudukan yang lebih tinggi dari pada aturan hukum lainnya karena dimaksudkan sebagai alat untuk membatasi wewenang penguasa.
- Konstitusi sebagai Induk dan Sumber Hukum Tertinggi Negara: Konstitusi memuat norma – norma yang mengatur struktur pemerintahan negara. Konstitusi mengatur bentuk dan susunan negara, alat – alat perlengkapan negara,serta hubungan antar alat perlengkapan negara.
Ingatkah anda akan peristiwa Sidang Istimewa MPR tahun
1999 yang memberhentikan Kiai Haji Abdurahhman Wahid sebagai Presiden Republik
Indonesia, dan kemudian dilanjutkan pelantikan Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri menjadi Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 1999-2004.
Tentu anda telah
mengetahui pula bahwa pada tahun 1967, Ir. Soekarno juga diberhentikan sebagai
Presiden Republik Indonesia oleh MPRS. Mengapa kedua Presiden Indonesia itu
diberhentikan sebelum masa jabatannya habis? Dalam pandangan MPR/MPRS, kedua
Presiden tersebut dianggap melanggar apa? Coba anda diskusikan jawabannya
dengan teman-teman anda.
Apabila orang menyebut
konstitusi, yang dibayangkan adalah sebuah dokumen atau naskah tertulis yang
memuat struktur kelembagaan negara beserta kedudukan dan fungsinya,
serta pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga negara. Dengan demikian konstitusi sering diartikan sama
dengan undang-undang dasar.
Di Indonesia, pemahaman
semacam ini tidak dapat disalahkan begitu saja, karena pertama, dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa untuk
menerjemahkan kata constitution (Inggris)
dengan Undang-Undang Dasar. Kebiasaan ini memang
bukan hanya terjadi di Indonesia. Dalam percakapan sehari-hari, orang Belanda
juga terbiasa mengunakan istilah Grondwet
(Grond = dasar; wet = undang-undang).
Orang Jerman juga terbiasa menggunakan kata Grundgesetz
(Grund = dasar; gesetz = undang-undang).
Grondwet dan Grundgesetz keduanya menunjuk kepada naskah tertulis, yakni
Undang-Undang Dasar. Kedua, dalam
sejarah ketetatanegaraan Indonesia, pernah muncul Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (Konstitusi RIS). Istilah konstitusi yang diikuti kata Republik
Indonesia Serikat sebenarnya ingin menunjuk kepada maksud Undang-Undang Dasar
RIS, sebagai pengganti Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 (UUD
1945).
Konstitusi yang diartikan sama dengan
undang-undang dasar sebenarnya bukan hanya terjadi sekarang saja, namun telah
terjadi sejak lama, yaitu sejak Oliver Cromwell (Lord Protector Republik Inggris 1599-1658), yang menamakan
Undang-Undang Dasar sebagai Instrument of
Government. Undang-Undang Dasar di buat sebagai pegangan untuk memerintah,
sehingga timbul identifikasi (menyamakan) pengertian Konstitusi dan
Undang-Undang Dasar. Pemaknaan konstitusi di Inggris ini akhirnya meluas ke
Amerika Serikat, dan kemudian Perancis dan akhirnya tersebar ke belahan dunia lainnya.
Pengertian konstitusi
yang disamakan dengan undang-undang dasar disebabkan adanya pengaruh paham
kodifikasi, yaitu suatu paham yang menghendaki agar semua peraturan hukum
ditulis untuk mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian
hukum. Konstitusi yang ditulis itulah yang disebut dengan undang-undang dasar.
Dengan demikian, pengertian konstitusi sebenarnya lebih luas dari undang-undang
dasar. Undang-undang dasar hanya merupakan konstitusi yang ditulis, dan ini
berarti ada konstitusi yang tidak tertulis. Dengan demikian, menyamakan arti
konstitusi dengan undang-undang dasar memang kurang tepat.
Salah satu ahli yang berpendapat bahwa pengertian konstitusi
berbeda dengan Undang-Undang Dasar adalah L.J. van Apeldoorn. Ia
berpendapat bahwa Grondwet berbeda
dengan constitutie. Undang-undang
dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat
baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis.
Konstitusi adalah suatu
pola hidup berkelompok dalam organisasi negara, yang secara umum memuat:
a. hal-hal yang dianggap fundamental (pokok) dalam
organisasi negara seperti: kepala negara, warga negara, perwakilan, kewenangan kenegaraan dan sebagainya;
b. hal-hal yang dianggap penting dalam
kehidupan berkelompok oleh suatu bangsa, sekalipun menurut bangsa lain tidak
dianggap demikian, misalnya soal pekerjaan yang layak, soal pendidikan; dan
c. hal-hal yang dicita-citakan,
sekalipun hal-hal itu seolah-olah sulit untuk dicapai karena bersifat ideal.
Dilihat
dari isi konstitusi sebagaimana tersebut di atas, maka bisa saja konstitusi itu
tertuang dalam naskah tertulis maupun konstitusi yang tidak tertulis.
Konstitusi yang tertulis lazim
disebut Undang-Undang Dasar. Adapun aturan-aturan dasar yang tidak tertulis
disebut konvensi.
Undang-Undang Dasar
adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas–tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut. Apabila negara dipandang sebagai organisasi kekuasaan, maka
undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan azas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan,
misalnya antara badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif.
Undang-undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan
bekerjasama dan menyesuaikan diri satu dengan yang lainnya. Undang-undang dasar
merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
Di negara-negara demokrasi konstitusional, Undang-undang Dasar
mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang, dan
dengan demikian hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Paham yang
beranggapan perlunya pembatasan kekuasaan pemerintah agar hak-hak warga negara
terlindungi ini lazim disebut dengan
konstitusionalisme.
Gagasan perlunya
pembatasan kekuasaan penguasa telah timbul sejak abad pertengahan. Pada tahun
1215 Raja John dari Inggris dipaksa oleh beberapa bangsawan untuk mengakui
beberapa hak mereka, yang kemudian dicantumkan
dalam Magna Charta (Piagam Besar). Raja John menjamin bahwa pemungutan pajak tidak akan dilakukan tanpa
persetujuan dari yang bersangkutan, dan bahwa tidak akan diadakan penangkapan
tanpa apengadilan. Pada tahun 1679, Parlemen Inggris menerima Habeas Corpus Act, yang merupakan
penegasan dan perluasan dari Magna Charta.
Habeas Corpus Act, berisi perlindungan terhadap penangkapan
sewenang-wenang dan yang menjamin pengadilan yang cepat. Selanjutnya pada tahun
1689, Parlemen menerima Bill of Rights yang menjamin Habeas
Corpus dan menetapkan beberapa hak bagi rakyat seperti hak untuk mengajukan
petisi kepada raja dan bagi anggota Parlemen hak berbicara bebas dari ancaman
penangkapan.
Di Amerika Serikat, perjuangan
perlindungan hak-hak warga negara antara lain berupa lahirnya Declaration of Independence pada tahun
1776. Dalam deklarasi itu dinyatakan bahwa Tuhan pencipta telah mengaruniai
setiap manusia dengan hak-hak yang tak dapat dirampas, diantaranya hak atas hidup,
hak atas kemerdekaan dan hak atas kesejahteraan.
Di Perancis, sebagai reaksi atas perlakuan
sewenang-wenang dari raja-raja absolut, timbullah revolusi Perancis pada tahun
1789, yang melahirkan pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat yang terkenal
sebagai Declaration des droits de l’homme
et du citoyen.
Mulai akhir abad XIX, konstitusi dianggap
sebagai jaminan yang paling efektif bahwa kekuasaan tidak akan disalahgunakan
dan hak-hak warga negara tidak dilanggar. Konstitusi ini umumnya tertulis, yang
disebut dengan undang-undang dasar.
Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi
tertulis, umumnya memuat hal-hal sebagai berikut.
1.
Organisasi negara, misalnya
pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif: dalam
negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah
negara bagian; prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah
satu badan pemerintah dan sebagainya.
2.
Hak-hak azasi manusia (biasanya
disebut Bill of Rights kalau
berbentuk naskah tersendiri).
3.
Prosedur mengubah undang-undang
dasar.
Kesepakataan Dasar yang dicapai oleh fraksi – fraksi MPR berkaitan dengan
perubahan UUD 1945 tersebut adalah :
a.
Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.
b.
Tetap mempertahankan NKRI.
c.
Tetap mempertahankan Sistem Pemerintahan
Presidensil.
d.
Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal
– hal yang normatif dimasukkan ke dalam pasal – pasal.
e.
Perubahan dilakukan dengan cara
“Adendum”.
f.
Pasal – pasal dalam Batang Tubuh
menjadi :
21 Bab
73 Pasal
170 Ayat
3 Pasal Aturan Peralihan
2 Pasal Aturan Tambahan
4.
Ada kalanya memuat larangan untuk
mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini biasanya ada juka
para penyusun undang-undang dasar ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal
yang baru saja di atasi. Undang-Undang Dasar Federasi Jerman, misalnya
melarang untuk mengubah sifat federalisme dari undang-undang dasar, oleh karena
dikuatirkan bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan jalan untuk munculnya
kembali seorang diktator seperti Hitler. Undang-Undang Dasar 1945, misalnya melarang
merubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena negara proklamasi 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan, dan
Indonesia pernah terjebak dalam bentuk serikat yang tidak sejalan dengan
semangat proklamasi.
5. Ada kalanya juga, undang-undang dasar memuat cita-cita rakyat dan
azas-azas ideologi negara. Coba perhatikan kutipan-kutipan pembukaan konstitusi
di AS, India, dan Indonesia berikut ini.
Apabila sebuah
undang-undang dasar sudah dianggap tidak lagi mencerminkan konstelasi politik
atau tidak lagi memenuhi harapan dan aspirasi rakyat, biasanya undang-undang
dasar itu akan diubah dan bahkan akan diganti. Anda tentu mengetahui, bahwa
sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, Indonesia pernah
menggunakan beberapa undang-undang dasar.
Sehubungan dengan adanya kemungkinan merubah dan atau
mengganti ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dasar, umumnya dalam
undang-undang dasar itu pula dimuat prosedur atau ketentuan untuk merubah
undang-undang dasar. Namun demikian, umumnya prosedur perubahan undang-undang
dasar itu tidak mudah. Hal ini untuk menjaga wibawa undang-undang dasar sebagai
hukum tertulis tertinggi dalam negara. Namun demikian, prosedur perubahan
undang-undang dasar seharusnya juga tida terlalu sulit, agar generasi mendatang
tidak merasa terlalu terkekang sehingga bertindak di luar undang-undang dasar.
Pasti anda tahu, salah satu tindakan di luar undang-undang dasar yang dikenal
dengan coup de’etat (baca = kudeta).
3.
Kedudukan
Pembukaan Uud 1945
Perhatikanlah
kutipan sebagian isi Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen. Cermati kata-kata yang dicetak
tebal. Dari kutipan di atas, kesimpulan apakah yang dapat anda peroleh? Setelah
diamandemen ini, UUD 1945 hanya terdiri dari berapa bagian? Apa saja? Mengapa,
dalam Bab XVI tentang Perubahan Undang-Undang Dasar Pasal 37, hanya
memungkinkan perubahan terhadap pasal-pasal UUD 1945 saja? Bagaimana dengan
Pembukaan UUD 1945?
Negara
yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Naskah proklamasi dan dasar
negara bagi sebuah Indonesia merdeka,
telah dipersiapkan oleh para pendiri negara. Pembukaan UUD 1945 adalah
pernyataan kemerdekaan yang terperinci, yang dalam Aline IV sekaligus memuat Pancasila
Dasar Negara. Dengan demikian, Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilepaskan keberadaannya dari Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Apabila kita perhatikan dari aspek historis, proses perumusan dan
pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara tidak dapat dipisahkan dengan proses
perumusan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, Pembukaan UUD
1945 dan Pancasila merupakan satu kesatuan yang fundamental. Keduanya mempunyai
hubungan yang asasi sifatnya. Meminjam istilah Prof. Notonagoro, maka Pembukaan
merupakan “Staats fundamental norm” atau
pokok kaidah negara yang fundamental. Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila,
dirumuskan untuk menyongsong lahirnya negara Indonesia.
Marilah kita simak cuplikan uraian Prof. Notonagoro dalam Pidato Pengukuhan
Doktor Honoris Causa untuk Ir. Soekarno di UGM, sebagai berikut.
“Asas-asas yang terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945 yang
termuat dalam kalimat keempat, apabila disusun dalam hubungan kesatuan dan
tingkat kedudukan dari unsur yang satu terhadap unsur yang lain, maka merupakan
suatu keseluruhan yang bertingkat sebagai berikut.
a.
Pancasila merupakan asas kerohanian
Negara (filsafat, pendirian, dan pandangan hidup).
b.
Di atas basis itu berdiri Negara,
dengan asas politik Negara (kenegaraan) berupa bentuk Republik yang berkedaulatan
rakyat.
c.
Kedua-duanya menjadi basis bagi
penyelenggaraan kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang tercantum dalam
peraturan pokok hukum positif termuat dalam suatu Undang-Undang Dasar.
d.
Selanjutnya di atas Undang-Undang
Dasar sebagai basis berdiri bentuk susunan pemerintahan dan seluruh peraturan
hukum positif, yang mencakup segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dalam kesatuan pertalian hidup bersama, kekeluargaan, dan
gotong-royong.
e.
Segala sesuatu itu untuk mencapai
tujuan bangsa Indonesia dengan bernegara itu, ialah singkatnya kebahagiaan
nasional (bagi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah) dan internasional, baik
rohani maupun jasmani.”
Dari rangkaian proses penyusunan
dasar negara dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi nyata dan jelas
bahwa berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
dasar negara yang dipersiapkan dan Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan
kemerdekaan terperinci. Oleh karena itu, Pembukaan UUD 1945 bersifat melekat
dengan NKRI yang dilahirkan. Karena itu, sehubungan dengan adanya ketentuan
Pasal 37 ayat (5) UUD 1945, maka Pembukaan UUD 1945 juga tidak dapat diubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar