Universitas Negeri Semarang

SELAMAT DATANG PARA PEMBACA. Bekerjalah dengan hatimu melalui KONTRIBUSI DAN PENGABDIAN TERBAIK serta gunakan segala potensi yang anda miliki. Pada saat itu anda tidak akan merasa BEKERJA. karena setiap TINDAKAN adalah pilihan YANG MENDATANGKAN KEBAHAGIAAN.

Senin, 30 Januari 2012

HUBUNGAN ANTARA DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI


HUBUNGAN ANTARA DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI
1.      Pentingnya Dasar Negara Bagi Suatu Negara

                                            Alangkah bijaknya orang yang membangun rumahnya di atas batu karang, yang tangguh menghadapi gelombang pasang dan badai,
dan betapa bodohnya orang yang membangun rumahnya di atas pasir,
yang sewaktu-waktu akan roboh diterjang banjir dan badai.

“Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal “Merdeka”, maka sekarang saya bicarakan tentang hal dasar.
...................................................................................................
Paduka tuan Ketua (maksudnya Ketua BPUPKI, pen.) minta dasar, minta philosophische grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta suatu “Weltanschauung”, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.
Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak diantara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu “Weltanschauung.” Hitler mendirikan Jermania di atas “national-sozialistische weltanschauung”, - firasat nasional sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu.
Lenin mendirikan negara Soviet (sekarang Rusia, pen.) di atas satu weltanschauung, yaitu Marxistische, Histoeisch-Materialistische Wltanschauung. Dai Nippon (negara Jepang, pen.) di atas satu Weltanschauung, yaitu yang dinamakan “Tennoo Koodoo Seishin”. Di atas Tennoo Koodoo Seishin inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu Weltanschauung, bahkan di atas satu dasar agama, yaitu Islam. Demikian itulah yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia: apakah Weltanschauung kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang merdeka? 
....................................................................................................
Idealis-idealis seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam “Weltanschauung”, bekerja mati-matian untuk merealisasikan “Weltanschauung” mereka itu.” (Pidato Lahirnya Pancasila oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 dihadapan Sidang BPUPKI).
Ungkapan pada halaman judul dan uraian Ir. Soekarno, presiden pertama, proklamator negara Republik Indonesia di atas, memperlihatkan betapa pentingnya dasar atau pondasi bagi sebuah bangunan rumah atau negara. Kokoh tegaknya bangunan rumah atau pun negara sangat ditentukan oleh kualitas dasar atau pondasinya. Menurut Soekarno, dasar negara tersebut merupakan hal yang abadi (tetap dipertahankan selama berdirinya negara). Dalam hal ini Soekarno menyatakan:
“Terus terang aku berkata, jikalau saudara-saudara membelah dada Bung Karno ini, permohonanku kepada Allah Swt. Ialah saudara-saudara bisa membaca di dalam dada Bung Karno memohon kepada Allah Swt. Supaya Negara Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.” (Amanat Presiden Soekarno pada tanggal 24 September 1955 di Kodam VIII Surabaya).
Sebagai rumah bangsa (lebensrauum), tegak kokohnya negara juga sangat ditentukan oleh kualitas pondasi atau dasar dari  negara tersebut. Dasar negara yang dapat diterima dan menjadi pondasi bagi seluruh warga negara merupakan hal penting bagi eksistensi negara. Untuk mewujudkan dasar negara semacam ini maka dasar negara harus digali dan bersumber dari pandangan hidup dan falsafah hidup bangsa yang bersangkutan. Falsafah hidup bangsa merupakan cerminan peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi yang mengakar dan teranyam dalam kehidupan bangsa.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan hidup itu adalah Pancasila, maka oleh bangsa Indonesia Pancasila juga ditetapkan sebagai dasar negara. Sejak awal kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila memang dimaksudkan sebagai dasar falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perhatikanlah ucapan Soekarno, yang disampaikannya dalam Sidang BPUPK sebagai berikut.
Maaf beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah dalam bahasa Belanda: “Philosofische gronslaag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische gronslaag itulah pundamen, filsafat, pemikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.”
Pancasila sebagai Philosofische gronslaag atau Weltanschauung Republik Indonesia diberi status atau kedudukan yang tegas dan jelas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945 bersifat yuridis konstitusional. Artinya, nilai Pancasila sebagai “norma dasar negara (Grundnorm, menurut Nawiasky lebih tepat disebut Staatsfundamentalnorm = kaidah negara yang fundamental) bersifat imperatif, artinya mengikat dan memaksa semua yang ada di dalam wilayah kekuasaan hukum negara Republik Indonesia untuk setia melaksanakan, mewariskan, mengembangkan, dan melestarikannya. Semua warga negara, penyelenggara negara, lembaga negara, dan bahkan hukum perundang-undangan wajib bersumber dan sesuai dengan nilai Pancasila.
Dengan demikian, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara berarti pula sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam negara. Pancasila adalah “Cita Hukum” (Rechtsidee) yang menguasai Hukum Dasar Negara (Konstitusi), baik Hukum Dasar yang tertulis maupun Hukum Dasar yang tidak tertulis. Pancasila sebagai norma hukum tertinggi menciptakan pasal-pasal Hukum Dasar, menentukan isi dan bentuk lapisan-lapisan hukum yang lebih rendah. Nilai-nilai filosofis dan ideologis Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, menjelma di dalam Batang Tubuh (pasal-pasal) UUD 1945, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bawahnya.Hal-hal yang diatur dalam konstitusi negara adalah :
a.  Jaminan hak – hak asasi manusia bagi seluruh warga negara dan 
    penduduk
b. Sistem ketatanegaraan yang mendasar
c.  Kedudukan, tugas, dan wewenang lembaga – lembaga negara.
 Adapun fungsi konstitusi yaitu :
a.       Membagi kekuasaan dalam negara ( terutama kekuasaan   legislatif,eksekutif , yudikatif )
b.      Membatasi kekuasaan pemerintah, antara lain :
·         Isi kekuasaan, misalnya menyangkut tugas dan wewenang .
·         Waktu pelaksanaan kekuasaan, misalnya menyangkut masa jabatan.

2.         Substansi Konstitusi Negara
  1. Konstitusi sebagai Hukum Dasar: Konstitusi memuat prinsip – prinsip dan ketentuan yang dianggap paling pokok / dasar mengenai kehidupan bersama dalam suatu negara.
  1. Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi: Konstitusi sebagai kumpulan aturan hukum diberi kedudukan yang lebih tinggi  dari pada aturan hukum lainnya karena dimaksudkan sebagai alat untuk membatasi wewenang penguasa.
  1. Konstitusi sebagai Induk dan Sumber Hukum Tertinggi Negara: Konstitusi memuat norma – norma yang mengatur struktur pemerintahan negara. Konstitusi mengatur bentuk dan susunan negara, alat – alat perlengkapan negara,serta hubungan antar alat perlengkapan negara.
Ingatkah anda akan peristiwa Sidang Istimewa MPR tahun 1999 yang memberhentikan Kiai Haji Abdurahhman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia, dan kemudian dilanjutkan pelantikan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 1999-2004.
Tentu anda telah mengetahui pula bahwa pada tahun 1967, Ir. Soekarno juga diberhentikan sebagai Presiden Republik Indonesia oleh MPRS. Mengapa kedua Presiden Indonesia itu diberhentikan sebelum masa jabatannya habis? Dalam pandangan MPR/MPRS, kedua Presiden tersebut dianggap melanggar apa? Coba anda diskusikan jawabannya dengan teman-teman anda.
Apabila orang menyebut konstitusi, yang dibayangkan adalah sebuah dokumen atau naskah tertulis yang memuat struktur kelembagaan negara beserta kedudukan dan fungsinya, serta pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga negara. Dengan demikian konstitusi sering diartikan sama dengan undang-undang dasar.
Di Indonesia, pemahaman semacam ini tidak dapat disalahkan begitu saja, karena pertama, dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa untuk menerjemahkan kata constitution (Inggris) dengan Undang-Undang Dasar. Kebiasaan ini memang bukan hanya terjadi di Indonesia. Dalam percakapan sehari-hari, orang Belanda juga terbiasa mengunakan istilah Grondwet (Grond = dasar; wet = undang-undang). Orang Jerman juga terbiasa menggunakan kata Grundgesetz (Grund = dasar; gesetz = undang-undang). Grondwet dan Grundgesetz keduanya menunjuk kepada naskah tertulis, yakni Undang-Undang Dasar. Kedua, dalam sejarah ketetatanegaraan Indonesia, pernah muncul Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS). Istilah konstitusi yang diikuti kata Republik Indonesia Serikat sebenarnya ingin menunjuk kepada maksud Undang-Undang Dasar RIS, sebagai pengganti Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 (UUD 1945).
 Konstitusi yang diartikan sama dengan undang-undang dasar sebenarnya bukan hanya terjadi sekarang saja, namun telah terjadi sejak lama, yaitu sejak Oliver Cromwell (Lord Protector Republik Inggris 1599-1658), yang menamakan Undang-Undang Dasar sebagai Instrument of Government. Undang-Undang Dasar di buat sebagai pegangan untuk memerintah, sehingga timbul identifikasi (menyamakan) pengertian Konstitusi dan Undang-Undang Dasar. Pemaknaan konstitusi di Inggris ini akhirnya meluas ke Amerika Serikat, dan kemudian Perancis dan akhirnya tersebar ke belahan dunia lainnya.
Pengertian konstitusi yang disamakan dengan undang-undang dasar disebabkan adanya pengaruh paham kodifikasi, yaitu suatu paham yang menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis untuk mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum. Konstitusi yang ditulis itulah yang disebut dengan undang-undang dasar. Dengan demikian, pengertian konstitusi sebenarnya lebih luas dari undang-undang dasar. Undang-undang dasar hanya merupakan konstitusi yang ditulis, dan ini berarti ada konstitusi yang tidak tertulis. Dengan demikian, menyamakan arti konstitusi dengan undang-undang dasar memang kurang tepat.
Salah satu ahli yang berpendapat bahwa pengertian konstitusi berbeda dengan Undang-Undang Dasar adalah L.J. van Apeldoorn. Ia berpendapat bahwa Grondwet berbeda dengan constitutie. Undang-undang dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis.
Konstitusi adalah suatu pola hidup berkelompok dalam organisasi negara, yang secara umum memuat:
a.       hal-hal yang dianggap fundamental (pokok) dalam organisasi negara seperti: kepala negara, warga negara, perwakilan, kewenangan kenegaraan dan sebagainya;
b.      hal-hal yang dianggap penting dalam kehidupan berkelompok oleh suatu bangsa, sekalipun menurut bangsa lain tidak dianggap demikian, misalnya soal pekerjaan yang layak, soal pendidikan; dan
c.       hal-hal yang dicita-citakan, sekalipun hal-hal itu seolah-olah sulit untuk dicapai karena bersifat ideal.
Dilihat dari isi konstitusi sebagaimana tersebut di atas, maka bisa saja konstitusi itu tertuang dalam naskah tertulis maupun konstitusi yang tidak tertulis. Konstitusi yang tertulis lazim disebut Undang-Undang Dasar. Adapun aturan-aturan dasar yang tidak tertulis disebut konvensi.
Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas–tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Apabila negara dipandang sebagai organisasi kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan azas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Undang-undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan bekerjasama dan menyesuaikan diri satu dengan yang lainnya. Undang-undang dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
Di negara-negara demokrasi konstitusional, Undang-undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang, dan dengan demikian hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Paham yang beranggapan perlunya pembatasan kekuasaan pemerintah agar hak-hak warga negara terlindungi ini lazim disebut dengan konstitusionalisme.  
Gagasan perlunya pembatasan kekuasaan penguasa telah timbul sejak abad pertengahan. Pada tahun 1215 Raja John dari Inggris dipaksa oleh beberapa bangsawan untuk mengakui beberapa hak mereka, yang kemudian dicantumkan dalam Magna Charta (Piagam Besar).  Raja John menjamin bahwa pemungutan pajak tidak akan dilakukan tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, dan bahwa tidak akan diadakan penangkapan tanpa apengadilan. Pada tahun 1679, Parlemen Inggris menerima Habeas Corpus Act, yang merupakan penegasan dan perluasan dari Magna Charta. Habeas Corpus Act, berisi perlindungan terhadap penangkapan sewenang-wenang dan yang menjamin pengadilan yang cepat. Selanjutnya pada tahun 1689, Parlemen menerima Bill of Rights yang menjamin Habeas Corpus dan menetapkan beberapa hak bagi rakyat seperti hak untuk mengajukan petisi kepada raja dan bagi anggota Parlemen hak berbicara bebas dari ancaman penangkapan.
      Di Amerika Serikat, perjuangan perlindungan hak-hak warga negara antara lain berupa lahirnya Declaration of Independence pada tahun 1776. Dalam deklarasi itu dinyatakan bahwa Tuhan pencipta telah mengaruniai setiap manusia dengan hak-hak yang tak dapat dirampas, diantaranya hak atas hidup, hak atas kemerdekaan dan hak atas kesejahteraan.
      Di Perancis, sebagai reaksi atas perlakuan sewenang-wenang dari raja-raja absolut, timbullah revolusi Perancis pada tahun 1789, yang melahirkan pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat yang terkenal sebagai Declaration des droits de l’homme et du citoyen.
      Mulai akhir abad XIX, konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa kekuasaan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak dilanggar. Konstitusi ini umumnya tertulis, yang disebut dengan undang-undang dasar.
      Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi tertulis, umumnya memuat hal-hal sebagai berikut.
1.      Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif: dalam negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian; prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
2.      Hak-hak azasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk naskah tersendiri).
3.      Prosedur mengubah undang-undang dasar.
Kesepakataan Dasar yang dicapai oleh fraksi – fraksi MPR berkaitan dengan perubahan UUD 1945 tersebut adalah :
a.       Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.
b.      Tetap mempertahankan NKRI.
c.       Tetap mempertahankan Sistem Pemerintahan Presidensil.
d.      Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal – hal yang normatif dimasukkan ke dalam pasal – pasal.
e.       Perubahan dilakukan dengan cara “Adendum”.
f.       Pasal – pasal dalam Batang Tubuh menjadi :
21 Bab
 73 Pasal
170 Ayat
 3 Pasal Aturan Peralihan
 2 Pasal Aturan Tambahan
4.      Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini biasanya ada juka para penyusun undang-undang dasar ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal yang baru saja di atasi. Undang-Undang Dasar Federasi Jerman, misalnya melarang untuk mengubah sifat federalisme dari undang-undang dasar, oleh karena dikuatirkan bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan jalan untuk munculnya kembali seorang diktator seperti Hitler. Undang-Undang Dasar 1945, misalnya melarang merubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena negara proklamasi 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan, dan Indonesia pernah terjebak dalam bentuk serikat yang tidak sejalan dengan semangat proklamasi.
5.      Ada kalanya juga, undang-undang dasar memuat cita-cita rakyat dan azas-azas ideologi negara. Coba perhatikan kutipan-kutipan pembukaan konstitusi di AS, India, dan Indonesia berikut ini.
Apabila sebuah undang-undang dasar sudah dianggap tidak lagi mencerminkan konstelasi politik atau tidak lagi memenuhi harapan dan aspirasi rakyat, biasanya undang-undang dasar itu akan diubah dan bahkan akan diganti. Anda tentu mengetahui, bahwa sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, Indonesia pernah menggunakan beberapa undang-undang dasar.
Sehubungan dengan adanya kemungkinan merubah dan atau mengganti ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dasar, umumnya dalam undang-undang dasar itu pula dimuat prosedur atau ketentuan untuk merubah undang-undang dasar. Namun demikian, umumnya prosedur perubahan undang-undang dasar itu tidak mudah. Hal ini untuk menjaga wibawa undang-undang dasar sebagai hukum tertulis tertinggi dalam negara. Namun demikian, prosedur perubahan undang-undang dasar seharusnya juga tida terlalu sulit, agar generasi mendatang tidak merasa terlalu terkekang sehingga bertindak di luar undang-undang dasar. Pasti anda tahu, salah satu tindakan di luar undang-undang dasar yang dikenal dengan coup de’etat (baca = kudeta).

3.         Kedudukan Pembukaan Uud 1945
            Perhatikanlah kutipan sebagian isi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen. Cermati kata-kata yang dicetak tebal. Dari kutipan di atas, kesimpulan apakah yang dapat anda peroleh? Setelah diamandemen ini, UUD 1945 hanya terdiri dari berapa bagian? Apa saja? Mengapa, dalam Bab XVI tentang Perubahan Undang-Undang Dasar Pasal 37, hanya memungkinkan perubahan terhadap pasal-pasal UUD 1945 saja? Bagaimana dengan Pembukaan UUD 1945?
Negara yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Naskah proklamasi dan dasar negara bagi  sebuah Indonesia merdeka, telah dipersiapkan oleh para pendiri negara. Pembukaan UUD 1945 adalah pernyataan kemerdekaan yang terperinci, yang dalam Aline IV sekaligus memuat Pancasila Dasar Negara. Dengan demikian, Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan keberadaannya dari Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Apabila kita perhatikan dari aspek historis, proses perumusan dan pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara tidak dapat dipisahkan dengan proses perumusan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila merupakan satu kesatuan yang fundamental. Keduanya mempunyai hubungan yang asasi sifatnya. Meminjam istilah Prof. Notonagoro, maka Pembukaan merupakan “Staats fundamental norm” atau pokok kaidah negara yang fundamental. Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, dirumuskan untuk menyongsong lahirnya negara Indonesia.
Marilah kita simak cuplikan uraian Prof. Notonagoro dalam Pidato Pengukuhan Doktor Honoris Causa untuk Ir. Soekarno di UGM, sebagai berikut.
“Asas-asas yang terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam kalimat keempat, apabila disusun dalam hubungan kesatuan dan tingkat kedudukan dari unsur yang satu terhadap unsur yang lain, maka merupakan suatu keseluruhan yang bertingkat sebagai berikut.
a.       Pancasila merupakan asas kerohanian Negara (filsafat, pendirian, dan pandangan hidup).
b.      Di atas basis itu berdiri Negara, dengan asas politik Negara (kenegaraan) berupa bentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
c.       Kedua-duanya menjadi basis bagi penyelenggaraan kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang tercantum dalam peraturan pokok hukum positif termuat dalam suatu Undang-Undang Dasar.
d.      Selanjutnya di atas Undang-Undang Dasar sebagai basis berdiri bentuk susunan pemerintahan dan seluruh peraturan hukum positif, yang mencakup segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam kesatuan pertalian hidup bersama, kekeluargaan, dan gotong-royong.
e.       Segala sesuatu itu untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia dengan bernegara itu, ialah singkatnya kebahagiaan nasional (bagi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah) dan internasional, baik rohani maupun jasmani.”
Dari rangkaian proses penyusunan dasar negara dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi nyata dan jelas bahwa berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dasar negara yang dipersiapkan dan Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan terperinci. Oleh karena itu, Pembukaan UUD 1945 bersifat melekat dengan NKRI yang dilahirkan. Karena itu, sehubungan dengan adanya ketentuan Pasal 37 ayat (5) UUD 1945, maka Pembukaan UUD 1945 juga tidak dapat diubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar