BAB I
PENDAHULUAN
Buku ajar ini merupakan panduan bagi guru/praktisi
pendidikan untuk membantu meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam
memantapkan profesinya sebagai guru. Materi buku ajar ini membahas tentang
strategi dan model pembelajaran komtemporer yang kreatif dan inovatif.
Pemilihan model-model pembelajaran ditekankan pada bagaimana menciptakan siswa
untuk belajar aktif, siswa mandiri, inovatif, dan kreatif. Pembelajaran
didesain dengan menciptakan keterlibatan siswa aktif dalam proses pembelajaran
dengan mendorong mereka untuk: (1) menemukan cara-cara mereka sendiri dalam
memecahkan beberapa masalah, (2) saling tukar pandangan ide-ide penyelesaian
yang tidak hanya memperkuat jawaban yang salah atau benar semata, dan (3)
berfikir kreatif. Model dan strategi pembelajaran yang dikaji meliputi
model-model pembelajaran yang merupakan bagian implementasi dari penerapan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dapat dikembangkan pada tiap
satuan pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Kompetensi umum yang diharapkan setelah
Anda mempelajari buku ajar ini adalah dapat mendiskripsikan, menganalisis, dan
menerapkan model dan strategi pembelajaran untuk melaksanakan tugas
pembelajaran sehari-hari.
Setelah mempelajari buku ajar ini
diharapkan Anda dapat memiliki kompetensi terkait dengan pembelajaran kreatif
dan inovatif berikut ini.
1.
Menjelaskan
konsep dan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi.
2.
Mendeskripsikan
pengertian beberapa strategi dan model pembelajaran.
3.
Mengaplikasikan
model-model pembelajaran berbasis kompetensi.
4.
Mendeskripsikan
dan menerapkan pembelajaran Kontekstual (CTL) pada mata pelajaran yang diampu.
5.
Mendeskripsikan
dan menerapkan pembelajaran Kooperatif pada mata pelajaran yang diampu.
6.
Mendeskripsikan
dan menerapkan berbagai model pembelajaran yang dipilih sesuai mata pelajaran
yang diampu.
BAB II KONSEP PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI
1.
Konsep dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Kegiatan pembelajaran dirancang
mengikuti konsep dan prinsip-prinsip belajar-mengajar. Pembelajaran merupakan
kegiatan interaksi antara guru dan peserta didik dengan penekanan aktiftivitas pada
diri peserta didik dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, guru
perlu memberikan dorongan kepada peserta didik untuk menggunakan otoritas atau
haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri peserta
didik, tetapi guru bertangung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong
prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang
hayat. Berikut disajikan ciri-ciri Kegiatan Belajar Mengajar yang memberdayakan
potensi peserta didik.
a.
Pembalikan Makna Belajar
Dalam pikiran kebanyakan praktisi
pendidikan, makna dan hakikat belajar seringkali hanya diartikan sebagai
penerimaan informasi dari sumber informasi (guru dan buku pelajaran).
Akibatnya, guru masih memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan transfer
informasi (baca: penuangan ‘air’ informasi) dari guru ke peserta didik. Untuk
keperluan implementasi pembelajaran yang berbasis kompetensi, guru perlu
melakukan pembalikan makna dan hakikat belajar. Pada pandangan dan paradigma
ini, makna dan hakikat belajar diartikan sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman.
b.
Berpusat pada
Peserta Didik
Peserta didik memiliki
perbedaan satu sama lain. Peserta didik berbeda dalam minat, kemampuan,
kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Peserta didik tertentu lebih mudah
belajar dengan dengar-baca, peserta didik lain lebih mudah dengan melihat
(visual), atau dengan cara kinestetika (gerak). Oleh karena itu kegiatan
pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat
belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai karakteristik peserta didik.
Pembelajaran perlu menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar. Artinya
pembelajaran memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar,
motivasi belajar, dan latar belakang sosial peserta didik. pembelajaran perlu
mendorong peserta didik untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
c.
Belajar dengan Mengalami
Pembelajaran perlu
menyediakan pengalaman nyata dalam kehidupan seharihari dan atau dunia kerja
yang erkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari.
Karena itu, semua peserta didik diharapkan memperoleh pengalaman langsung
melalui pengalaman indrawi yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dari
melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Dalam hal ini,
beberapa topik tidak mungkin disediakan pengalaman nyata, guru dapat
menggantikannya dengan metode atau situasi buatan dalam wujud simulasi. Jika
ini juga tidak mungkin, sebaiknya peserta didik dapat memperoleh pengalaman
melalui alat audio-visual (dengar-pandang). Pilihan pengalaman belajar melalui
kegiatan mendengar adalah pilihan terakhir.
d.
Mengembangkan Keterampilan Sosial, Kognitif, dan
Emosional
Peserta didik akan lebih
mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada
peserta didik lain atau guru. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih
mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan
terjadinya perbaikan terhadap pemahaman peserta didik melalui diskusi, saling
bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar
kelompok. Penyampaian gagasan oleh peserta didik dapat mempertajam,
memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh
tanggapan dari peserta didik lain atau guru. Pembelajaran perlu mendorong
peserta didik untuk mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuannya kepada
peserta didik lain, guru atau pihak-pihak lain.
e.
Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah
Ber-Tuhan
Peserta didik dilahirkan
dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan. Rasa ingin
tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri,
dan kreatif. Sementara, rasa fitrah ber-Tuhan merupakan embrio atau cikal bakal
untuk bertaqwa kepada Tuhan. Pembelajaran perlu mempertimbangkan rasa ingin
tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan agar setiap sesi kegiatan pembelajaran
menjadi wahana untuk memberdayakan ketiga jenis potensi ini.
f.
Belajar Sepanjang Hayat
Peserta didik memerlukan
kemampuan belajar sepanjang hayat untuk bisa bertahan (survive) dan berhasil (sukses) dalam menghadapi setiap masalah
sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari. Karena itu, peserta didik
memerlukan fisik dan mental yang kokoh. Pembelajaran perlu mendorong peserta
didik untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya baik
kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah
dianugerahkan Tuhan YME kepadanya. Demikian pula pembelajaran perlu membekali peserta
didik dengan keterampilan belajar, yang meliputi pengembangan rasa percaya
diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang lain, kemampuan berkomunikasi dan
bekerjasama supaya mendorong dirinya untuk senantiasa belajar, baik secara
formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas.
g.
Perpaduan Kemandirian dan Kerjasama
Peserta didik perlu
berkompetisi, bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. Pembelajaran perlu
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan semangat
berkompetisi sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan solidaritas.
Pembelajaran perlu menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan peserta didik
bekerja secara mandiri.
2.
Pengelolaan Pembelajaran
a.
Mengaktifkan Peserta didik
Jika peserta didik belum biasa bekerja efektif dalam
kelompok, maka guru boleh menetapkan tugas untuk masing-masing kelompok dengan
mempertimbangkan beberapa hal seperti:
1)
kelompok itu kecil
(dua sampai tiga peserta didik) dan guru menetapkan anggota kelompok;
2)
tugas itu dapat
dilaksanakan dalam waktu yang singkat saja;
3)
tugas itu
sederhana;
4)
perintah-perintah
jelas dan diberikan selangkah demi selangkah;
5)
guru perlu
menyediakan sumber belajar;
6)
guru menerangkan
dengan jelas peran setiap peserta didik yang sedikit berbeda di dalam kelompok;
dan
7)
penilaian bersifat
informal dan guru perlu membahas dan mendiskusikan tugas itu dengan peserta
didik Suatu bagian penting dari tugas ini adalah belajar bekerjasama.
Strategi ini merupakan temuan dari Jigsaw dimana kerja
kelompok yang terstruktur didasarkan pada kerjasama dan berbagai tanggung
jawab. Strategi ini menjamin agar setiap peserta didik memikul suatu tanggung
jawab yang jelas dalam kelompoknya. Kelas diatur ke dalam sejumlah kelompok
dengan 4-6 anggota untuk masing-masing kelompok. Tugas dibagi dalam sejumlah
kelompok yang telah ditetapkan. Di dalam kelompok pangkalan yang terdiri atas 4-6
peserta didik, terdapat 4-6 pertanyaan untuk dijawab, atau 4-6 potongan
informasi untuk ditemukan atau 4-6 bagian suatu metode untuk dirancang atau diperiksa.
Dalam setiap kelompok, setiap peserta didik meneliti satu dari isu atau
pertanyaan yang berbeda-beda itu. Anda dapat menugaskan tugas khusus untuk
anggota-anggota kelompok berunding diantara mereka mengenai siapa yang akan
melakukan apa.
b.
Membangun Peta Konsep
Peta konsep dapat dikembangkan secara individual atau
dalam kelompok kecil. Peserta didik-peserta didik mengatur sejumlah konsep atau
kata-kata kunci pada satu halaman kertas, kemudian menghubungkannya dengan
garis-garis dan sepanjang garis itu ditulis suatu kata atau ungkapan yang
menjelaskan kaitan antarkata-kata atau konsep-konsep.
Peta konsep dapat digunakan untuk:
1)
membantu guru
mengetahui sejauhmana pengetahuan peserta didik-peserta didik tentang suatu
topik sebelum kelas mulai mengerjakannya, sehingga guru dapat merencanakan
urutan pembelajaran selanjutnya.
2)
menyediakan suatu
titik tolak untuk diskusi antarpeserta didik guna memperjelas pengertian
mereka.
3)
memberi umpan balik
tentang sejauhmana peserta didik sudah memahami topik itu.
4)
mengaitkan
gagasan-gagasan dan pengertian yang dikembangkan dalam satu kegiatan dengan apa
yang mereka pelajari dalam kegiatan lain.
c.
Mengamati secara Aktif
Sering para peserta didik tidak berpikir dan belajar
aktif pada waktu menonton video. Beberapa orang guru mengajukan sejumlah
pertanyaan kepada mereka untuk dijawab pada waktu mereka menonton video.
Biasanya pertanyaan-pertanyaan itu disajikan dengan jawaban-jawaban akan muncul
di dalam video dan ungkapan-ungkapan kunci di dalam pertanyaan-pertanyaan juga
terjadi di dalam video, sehingga menunjuk pada jawaban. Pertanyaan-pertanyaan
seperti itu mudah dijawab dan jarang menuntut keterlibatan aktif.
Untuk menjamin agar para peserta didik berpikir aktif
sewaktu menonton video, mintalah mereka untuk:
1)
menuliskan
pertanyaan-pertanyaan yang mereka pikirkan pada waktu menonton video.
2)
menuliskan
contoh-contoh kategori tertentu dari peristiwa-peristiwa, benda-benda, dan
sebagainya yang muncul dalam video itu.
d.
Melakukan Kerja Praktik
Kerja praktik selalu menjadi bagian penting dari
pembelajaran sains. Namun, kerja praktik tradisional jenis resep atau selangkah
demi selangkah bukanlah strategi belajar yang efektif. Peserta didik mungkin
mengikuti perintah-perintah sejenis resep itu dan memperoleh hasil-hasil yang
diharapkan tanpa memahami konsep yang sedang diselidiki atau pengertian tentang
pentingnya hasil-hasil yang diperoleh.
Terdapat beberapa cara yang menjamin
bahwa peserta didik secara aktif terlibat dalam kerja praktik mereka dan bahwa
mereka belajar dari pengalaman itu.
1)
Satu strategi
sederhana adalah memberi para peserta didik perintah-perintah dalam suatu
susunan acak.
2)
Sebelum memulai
eksperimen, seperti mengkombinasi warna, mereka hendaklah diminta untuk
meramalkan hasil-hasilnya.
3)
Mereka dapat diberi
suatu kumpulan peralatan yang tepat dan suatu pertanyaan untuk diselidiki.
4)
Mereka dapat diberi
pertanyaan penelitian eksperimen terbuka (tidak terbatas), yakni diberi hanya
rincian topik yang sedang dibicarakan dan mungkin beberapa gagasan tentang
beberapa aspek topik yang akan mereka selidiki.
BAB III
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN
INOVATIF
1.
Model Pembentukan Konsep
Setiap konsep memiliki
empat elemen yaitu: nama, contoh atau eksemplar, ciri-ciri (atribut) esensial
dan tidak esensial, serta nilai dari cir-ciri tersebut. Tujuan akhir
pembelajaran adalah peserta didik mampu menunjukkan berbagai konsep dan
merumuskan definisi konsep tersebut.
Model pembelajaran
pembentukan konsep dilakukan dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut.
1)
Guru menyajikan contoh konsep, misalnya
keluarga, desa, kota, negara, pemerintah.
2)
Peserta didik diminta mengidentifikasi
ciri-ciri konsep tersebut dalam contoh positif dan contoh negatif.
3)
Guru memancing siswa untuk mengkaitkan
diantara ciri-ciri esensial dari konsep tersebut.
4)
Peserta didik membuat definisi tentang
konsep tersebut atas dasar ciri-ciri utama/esensialnya.
5)
Peserta didik mengidentifikasi tambahan
konsep lain yang berlabel.
6)
Peserta didik menegaskan nama konsep dan
merumuskan definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri esensialnya.
2.
Model Berfikir Induktif
Model berfikir induktif
berangkat dari prinsip berfikir merupakan transaksi aktif antara individu
(peserta didik) dengan fakta-fakta yang ada di lingkungannya. Proses berfikir
induktif ini bergerak dari fakta-fakta yang khusus menuju ke generalisasi yang
bersifat umum. Proses berfikir induktif dimulai dari berhadapan dengan
fakta-fakta, mengkategorikan fakta-fakta itu, mencari hubungan antarkategori,
membuat hipotesis, dan memverifikasikannya (Joyce and Weil, 1980).
Tahap-tahap pembelajaran
dengan model induktif adalah:
a.
menghadapkan siswa pada realitas
lingkungan yang kompleks, guru dapat memilih anak-anak dibawa ke masyarakat
atau realitas masyarakat dibawa ke dalam kelas. Jika guru membawa masyarakat ke
dalam kelas, maka guru harus menyiapkan data-data dan menyajikannya secara acak
kepada peserta didik;
b.
siswa mengelompokkan data-data tersebut
ke dalam berbagai kategori dan memberi nama konsep;
c.
siswa mencari ciri-ciri atau kriteria
masing-masing kategori yang ditemukannya;
d.
siswa mencari hubungan
antarkategori/konsep;
e.
siswa membuat hipotesis (prediksi)
berdasarkan temuan hubungan antarkonsep; dan
f.
siswa membuktikan hipotesisnya
(verifikasi/kesimpulan).
3.
Model Pengorganisasian
Konsep (Berfikir Deduktif)
Model pembelajaran
pengorganisasian konsep didasarkan kepada prinsip berfikir deduktif. Alasan
penggunaan prinsip berfikir deduksi, sebab materi pembelajaran diambil dari
cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan terdiri atas
konsep-konsep yang terorganisasi, berbentuk prinsip dan pola pemikiran yang
terus-menerus terdeferensiasi menjadi konsep-konsep yang lebih khusus. Peran
guru dalam model ini sangat dominan dan aktif.
Adapun tahap-tahap pembelajarannya sebagai
berikut.
a.
Guru mengemukakan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, atau teori yang bersifat umum kemudian dipecah-pecah menjadi
hal-hal yang lebih khusus.
b.
Guru menyajikan bagan konsep atau pohon
ilmu. Siswa diminta mencermati, bahwa pohon ilmu batangnya adalah prinsip umum
ilmu tertentu. Cabangnya adalah konsep-konsep yang mendukung prinsip umum itu.
Sedangkan ranting dari setiap konsep adalah datanya.
c.
Siswa memahami
bagan konsep tersebut dengan sesekali menanyakan yang belum jelas.
4.
Model Klarifikasi Nilai
Model klarisfikasi nilai
dikenal dengan VCT (value clarification technique) adalah model
pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu memperjelas nilai-nilai
yang dimilikinya. Prinsipnya bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu
melakukan penilaian. Model klarifikasi nilai cocok untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam memperjelas nilai-nilai yang dipegangnya. Siswa
menjadi sadar siapa dirinya, persamaan dan perbedaannya dengan orang lain. Efek
sampingnya siswa menjadi toleran terhadap perbedaan. Oleh karena itu, suasana
kebebasan harus dijaga oleh guru selama pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
dilakukan dengan tahap-tahap berikut ini.
1)
Peserta didik dihadapkan pada
sejumlah pilihan. Dalam hal ini, guru dapat memilih teknik value sheets,
voting, rank ordering, survei nilai, menentukan posisi dalam kontinum, atau
membobot alternatif.
2)
Siswa menentukan pilihan,
berpendapat atau menyatakan pendiriannya secara bebas. Guru merangsang (melalui
pertanyaan-pertanyaan) agar peserta didik membuat pilihan yang logis, yakni
dengan mempertimbangkan konsekuensi pilihannya.
3)
Siswa (didorong melalui
pertanyaan guru) mengungkap hal-hal yang sudah diperbuat terkait dengan
pilihannya. Berapa kali siswa berbuat hal yang sama.
5.
Model Simulasi
Model simulasi ini
sempat terkenal di Indonesia dalam salah satu versinya. Sebenarnya model
simulasi ini berusaha meniru kegiatan yang menggunakan mesin–mesin yang
kompleks dan berbahaya ke dalam bentuk yang sederhana dan dapat dikontrol.
Dalam bidang sosial, masyarakat juga sangat kompleks dan sulit dipelajari. Oleh
karena itu, mekanisme dalam masyarakat dapat disederhanakan, kemudian ditirukan
oleh siswa didalam kelas. Misalnya siswa menirukan proses pembuatan aturan,
pemilihan umum, dan lain–lain (Joyce dan Weil, 1980: 295).
Langkah pembelajarannya
adalah:
1) guru
menyiapkan alat simulasi,
2) guru
menyiapkan prosedur simulasi,
3) siswa
melakukan simulasi seuai dengan prosedur yang telah ditentukan, dan
4) siswa
membuat kesimpulan dan memamerkan hasil simulasinya.
6.
Model Pembelajaran CTL
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru mempraktikkan tujuh komponen
utama pembelajaran CTL, yaitu: konstruktivisme (contructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat
belajar (learning community), refleksi
(reflectin), pemodelan (modeling), dan
penilaian sebenarnya (authentic
assessment).
a.
Konstruktivisme (Contructivism)
Konstruktivisme
merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus merekonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.Untuk itu, tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan:
1)
menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
2)
memberi
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
3)
menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Lalu, bagaimana penerapannya di kelas? Bagaimanakah cara merealisasikannya
pada kelas-kelas di sekolah kita?
Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran
sehari-hari, yaitu: ketika kita merancang
pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktik mengerjakan sesuatu, berlatih
secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan
sebagainya. Mari kita kembangkan cara-cara itu lebih banyak!
b.
Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
kreatif selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun
materi yang diajarkannya. Adapun siklus inquiri, yaitu:
1)
observasi,
2)
bertanya,
3)
mengajukan dugaan,
4)
pengumpulan data, dan
5)
penyimpulan.
Kata kunci dari strategi inkuiri adalah siswa
menemukan sendiri. Ada 4 langkah kegiatan menemukan (inkuiri).
1)
Merumuskan
masalah (dalam matapelajaran apapun).
a)
Bagaimanakah
silsilah raja-raja Majapahit? (sejarah)
b)
Bagaimanakah
cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai (Bahasa Indonesia)
c)
Ada
berapa jenis tumbuhan menurut bentuk bijinya? (Biologi)
d)
Kota
mana saja yang termasuk kota
besar di Indonesia (Geografi)
2)
Mengamati
atau melakukan observasi.
a)
Membaca
buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.
b)
Mengamati
dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati.
3)
Menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya
lainnya.
a)
Siswa membuat peta kota-kota
besar sendiri.
b)
Siswa membuat paragraf
deskripsi sendiri.
c)
Siswa membuat bagan silsilah
raja-raja Majapahit sendiri.
d)
Siswa membuat penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri.
e)
Siswa membuat essai atau usulan kepada Pemerintah
tentang berbagai masalah di daerahnya sendiri, dan seterusnya.
4)
Mengkomunikasikan
atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau pendengar
yang lain.
a)
Karya siswa disampaikan teman
sekelas atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukan.
b)
Bertanya jawab dengan teman.
c)
Memunculkan ide-ide baru.
d)
Melakukan refleksi.
e)
Menempelkan gambar, karya
tulis, peta, dan sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah, majalah dinding,
majalah sekolah, dan seterusnya.
c.
Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang
dimiliki seseorang, selalu bermula dari ‘bertanya’. Sebelum tahu Kota Poso, seseorang bertanya “Mana
arah ke Kota Poso?” Bertanya merupakan strategi utama CTL. Dalam pembelajaran
CTL, kegiatan bertanya digunakan untuk:
1)
menggali informasi, baik administrasi maupun akademis;
2)
mengecek pemahaman siswa;
3)
membangkitkan respon kepada
siswa;
4)
mengetahui sejauhmana
keingintahuan siswa;
5)
memfokuskan perhatian siswa
pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)
mengetahui hal-hal yang sudah
diketahui siswa;
7)
untuk membangkitkan lebih
banyak lagi pertanyaan dari siswa;
dan
8)
untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Bagaimana penerapannya di kelas? Hampir pada semua aktivitas belajar,
bertanya dapat diterapkan: antara siswa
dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa
dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb. Aktivitas bertanya juga dapat ditemukan ketika
siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika
mengamati, dan sebagainya.
d.
Masyarakat belajar
(learning community)
Konsep learning community menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Ketika seorang
anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada
temannya “Bagaimana
caranya? Tolong bantu aku!” Lalu temannya yang sudah bisa, menunjukkan cara mengoperasikan
alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar. Hasil
belajar diperoleh dari ‘sharing’ antar-teman, antarkelompok, dan antara yang
tahu ke yang belum tahu.
‘Masyarakat belajar’ bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Prakteknya
dalam pembelajaran terwujud dalam:
1)
pembentukan kelompok kecil;
2)
pembentukan kelompok besar;
3)
mendatangkan ‘ahli’ di kelas (tokoh, olah ragawan, dokter, dan sebagainya.);
4)
bekerja dengan kelas sederajat;
5)
bekerja dengan kelas di atasnya; dan
6)
bekerja dengan masyarakat.
e.
Pemodelan (Modeling)
Dalam proses
pembelajaran itu ada model yang dapat ditiru. Model itu bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis,
cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebagainya. Dengan demikian, guru memberi model tentang ‘bagaimana cara belajar’.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model itu dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.
Bagaimana contoh praktik pemodelan di kelas?
1) Guru Bilologi diundang untuk memberikan uraian tentang dampak kerusakan lingkungan terhadap masa depan Indonesia di hadapan siswa.
2) Guru mendatangkan seorang veteran kemerdekataan di kelas, lalu siswa diminta bertanya jawab dengan tokoh itu.
3) Guru mendatangkan hakim, lalu siswanya diminta bertanya jawab tentang peran tokoh tersebut dalam penegakan hukum.
f.
Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara
berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang
apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang
baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon
terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya
ketika pelajaran berakhir, siswa merenung “Kalau begiru, cara saya menyimpan
file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini,
file komputer saya lebih tertata”.
Refleksi
ini diwujudkan dalam bentuk, pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu
sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
1)
pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu,
2)
catatan atau jurnal di buku siswa,
3)
kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,
4)
diskusi, dan
5)
hasil karya.
g.
Penilaian
Sebenarnya (Authentic Assessment)
Asesmen adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar
siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari
informasi tentang belajar siswa. Karena penilaian menekankan proses
pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata
yang dikerjakan siswa pada saat
melakukan proses pembelajaran.
7.
Model Pembelajaran Kooperatif
John Dewey (dalam Budihardjo) menyatakan bahwa
kelas adalah cermin dari masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk
belajar dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif
seharusnya dapat membentuk siswa agar memiliki keterampilan sosial yang tinggi,
dapat mengembangkan sikap demokratis, dan terampil berfikir logis. Dengan kata
lain, model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
dan diarahkan untuik mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan
pembelajaran kooperatif adalah utnuk membangkitkan interaksi yang efektif di
antara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini, sebagian besar
aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran,
berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif
dimungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.
Langkah-langkah (Sintak) Pembelajaran
Kooperatif
Langkah-langkah (sintak) umum pembelajaran kooperatif, dari awal hingga akhir, menurut
Ismail (2003) dijabarkan sebagai
berikut.
Fase
|
Sintak
|
Kegiatan Guru
|
1
|
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan
kreatif
|
2
|
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara
demonstrasikan atau lewat bahan bacaan
|
3
|
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
|
4
|
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas-tugas
|
5
|
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok
|
6
|
Memberi penghar-gaan
|
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar individu maupun kelompok
|
Beberapa Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
a.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model ini dikembangkan oleh Elliot
aronson, dkk dari Universitas Texas yang kemudian di adaptasi oleh Slavin dan
dinamakan model Jigsaw. Dalam model ini siswa bekerja dalam suatu kelompok (ada
kelompok asal dan kelompok ahli) yang terdiri dari beberapa siswa yang
heterogen. Secara ringkas, langkah-langkah pembelajaran menggunakan jigsaw
sebagai berikut.
Pembentukan Kelompok Pangkalan
Misalkan dalam kelas ada 30 siswa, kita urutkan siswa berdasarkan kemampuannya,
seperti sangat baik, baik, sedang, dan rendah, rendah sekali.
Selanjutnya anak dibagi menjadi 6 kelompok (Kelompok A – F). Tiap-tiap
kelompok beranggotakan heterogen dalam kemampuannya. Anak diberi indek: indek 1
untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indek 2 untuk kelompok baik, indek 3
untuk kelompok sedang, dan indek 4 untuk kelompok rendah. Misalkan (A1
berarti kelompok A dari kategori sangat baik, .... , A4 kelompak A dari kategori
rendah). Tiap kelompok akan berisi:
1)
Kelompok A
{A1, A2, A3, A4, A5}
2)
Kelompok B {B1, B2, B3, B4, B5}
3)
Kelompok C {C1, C2, C3, C4, C5}
4)
Kelompok D {D1, D2, D3, D4, D5}
5)
Kelompok E {E1, E2, E3, E4, E5}
6)
Kelompok F {F1, F2, F3, F4, F5}
Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Ahli (Expert)
Selanjutnya kelompok itu dipecah menjadi kelompok yang
akan mempelajari materi yang diberikan dan dibina supaya jadi expert,
berdasarkan indeknya, seperti sebagai berikut.
1)
Kelompok 1
{A1, B1, C1, D1, E1, F1}
2)
Kelompok 2 {A2,
B2, C2, D2 ,E2, F2}
3)
Kelompok 3
{A3, B3, C3, D3 ,E3, F3}
4)
Kelompok 4
{A4, B4, C4, D4 ,E4, F4}
5)
Kelompok 5
{A5, B5, C5, D5, E, F5}
Tiap kelompok ini di beri materi
permainan kecil sesuai dengan kemampuannya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa
yang sangat baik kemapuannya diberi materi yang lebih komplek worksheet 1,
kelompok 2 diberi materi worksheet 2, kelompok 3 diberi materi worksheet 3,
kelompok 4 diberi materi worksheet 4, dan dan kelompok 5 diberi materi
worksheet 5.
Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang
diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam kelompok sebagai
tim ahli “expert”, tentunya peran guru cukup penting dalam fase ini.
Diskusi (Pemaparan) Kelompok Ahli dalam Group
Pangkalan
Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing masing kembali
dalam kelompok Pangkalan. Pada fase ini keenam kelompok (1-6) memiliki ahli
dalam konsep-konsep tertentu (Workksheet 1-5). Selanjutnya guru mempersilahkan
anggota kelompok untuk mempresentasikan keahliannya kepada kelompoknya
masing-masing, satu persatu. Proses ini diharapkan akan terjadi shearing (berbagi) pengetahuan
antarmereka.
Ada aturan yang harus diperhatikan dalam fase ini. Aturan-aturan itu sebagai berikut.
1)
Siswa
memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota tim mempelajari
materi yang diberikan.
2)
Memperolah pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama. Jadi, siswa
selesai belajar bila setiap anggota telah menguasai konsep.
3)
Tanyakan pada
anggota kelompok sebelum tanya pada guru
4)
Pembicaraan
dilakukan pelan agar tidak menggangu kelompok lain.
5)
Akhiri
diskusi dengan “merayakannya” agar memperoleh kepuasan.
b.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD singkatan
dari Student Teams-Achievement Divisions.
STAD merupakan model pembelajaran kooperatif untuk pengelompokan campur yang
melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran
individu anggota.
Inti kegiatan dalam STAD adalah sebagai berikut.
1)
Mengajar:
Guru mempresentasikan materi pelajaran.
2)
Belajar
dalam Tim: Siswa belajar melalui kegiatan kerja dalam tim/kelompok mereka
dengan dipandu oleh LKS, untuk menuntaskan materi pelajaran.
3)
Pemberian
Kuis: Siswa mengerjakan kuis secara individual dan siswa tidak boleh bekerja
sama.
4)
Penghargaan:
pemberian penghargaan kepada siswa yang berprestasi dan tim/kelompok yang
memperoleh skor tertinggi dalam kuis (Mohamad Nur, 1999:23).
Adapun
langkah–langkah STAD dalam pembelajaran di sekolah sebagai berikut.
1)
Guru dapat meminta para siswa untuk
mempelajari suatu pokok bahasan yang segera akan dibahas, di rumah
masing-masing.
2)
Di kelas, guru membentuk kelompok
belajar yang heterogen dan mengatur tempat duduk siswa agar setiap anggota
kelompok dapat saling bertatap muka.
3)
Guru membagikan LKS. Setiap kelompok
diberi 2 set.
4)
Anjurkan agar
setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan LKS secara ber-pasangan dua-dua
atau tigaan. Kemudian saling mengecek pekerjaannya di antara teman dalam
pasangan atau tigaan itu.
5)
Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, teman 1
tim/kelompok ber-tanggung jawab untuk menjelaskan kepada temannya yang tidak
bisa tadi.
6)
Berikan kunci LKS agar siswa dapat
mengecek pekerjaannya sendiri.
7)
Bila ada pertanyaan dari siswa, mintalah
mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu kelompok sebelum
mengajukannya kepada guru.
8)
Guru berkeliling untuk mengawasi kinerja
kelompok.
9)
Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan
kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota
kelompoknya dalam mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan
kepada kelompok secara proporsional.
10)
Ketua kelompok harus dapat menetapkan
bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan
guru.
11)
Guru bertindak sebagai nara sumber atau
fasilitator jika diperlukan.
12)
Setelah selesai mengerjakan LKS secara
tuntas, berikan kuis kepada seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerja sama
dalam mengerjakan kuis. Setelah siswa selesai mengerjakan kuis, langsung
dikoreksi untuk melihat hasil kuis.
13)
Berikan penghargaan
kepada siswa yang benar, dan kelompok yang memperoleh skor tertinggi. Berilah
pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
14)
Guru memberikan tugas/PR secara
individual kepada para siswa tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
15)
Guru bisa membubarkan kelompok yang
dibentuk dan para siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing.
16)
Guru dapat memberikan tes formatif,
sesuai dengan TPK/kompetensi yang ditentukan.
8.
TALKING STICK
Langkah-langkah
a.
Guru
menyiapkan sebuah tongkat
b.
Guru
menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada
siswa untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
c.
Setelah
selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup
bukunya
d.
Guru
mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan
dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya
sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan
dari guru
e.
Guru
memberikan kesimpulan
f.
Evaluasi
g.
Penutup.
9.
EXAMPLES NON
EXAMPLES (CONTOH
DAN BUKAN CONTOH) Contoh dapat dari
kasus/gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah
a.
Guru
mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
b.
Guru
menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
c.
Guru
memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
d.
Melalui
diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas
e.
Tiap
kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
f.
Mulai
dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan
yang ingin dicapai
g.
Kesimpulan
10.
PICTURE AND PICTURE
Langkah-langkah
a.
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b.
Menyajikan
materi sebagai pengantar
c.
Guru
menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
d.
Guru
menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/
mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis
e.
Guru
menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
f.
Dari
alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai
g.
Kesimpulan/rangkuman
11.
COOPERATIVE SCRIPT
(DANSEREAU CS., 1985)
Skrip kooperatif merupakan metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara
lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah
a.
Guru
membagi siswa untuk berpasangan
b.
Guru
membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
c.
Guru
dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
d.
Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya. Sementara pendengar:
•
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang
kurang lengkap; dan
•
membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi
lainnya.
e.
Bertukar
peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta
lakukan seperti diatas.
f.
Kesimpulan
Siswa bersama-sama dengan Guru
g.
Penutup
12.
KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
Langkah-langkah
a.
Siswa
dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
b.
Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan
nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya, siswa nomor satu bertugas
mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan
hasil pekerjaan dan seterusnya.
c.
Jika
perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok
lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu
atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
d.
Laporkan
hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
e.
Kesimpulan
13.
PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)
(PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH)
Langkah-langkah
a.
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b.
Guru
membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
c.
Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
pemecahan masalah.
d.
Guru
membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan
dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
e.
Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
14.
ARTIKULASI
Langkah-langkah
a.
Menyampaikan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
b.
Guru
menyajikan materi sebagaimana biasa
c.
Untuk
mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
d.
Suruhlan
seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti
peran. Begitu juga kelompok lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar