Oleh: Heru Mulyantoro
Sebuah Persamaan Makna Kemerdekaan dan
Idul Fitri
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan
(Pembukaan UUD 1945, Alenia Pertama).
Hari Jumat, 17 Agustus 2012 Indonesia memperingati kemerdekaanya yang ke-67.
Peringatan kemerdekaan ini sama dengan kejadian kemerdekaan yang terjadi 67
tahun yang lalu dimana untuk pertama kalinya Ir Soekarno membacakan teks
proklamasi kemerdekaan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia
ini juga sangat dekat dengan kejadian Idul Fitri 1 Syawal 1433 Hijriah.
Kemerdekaan dan Idul Fitri mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan.
Perbedaanya jelas bahwa Kemerdekaan adalah bahasa Indonesia dan lahir di
Indonesia, sementara Idul Fitri adalah bahasa Arab yang berasal dari Negeri
Timur Tengah tersebut. Perbedaan lainnya adalah Idul Fitri hanya diperingati
oleh orang beragama islam tetapi kemerdekaan diperingati oleh seluruh golongan
agam, suku dan variasinya yang terintegrasi dalam satuan wilayah Negara
Republik Indonesia. Dari berbagai perbedaan tersebut ada nilai persamaan
diantara Kemerdekaan dan Idul Fitri yaitu makna HARI RAYA KEMENANGAN.
Kemerdekaan RI adalah kemenangan bangsa Indonesia melawan penjajah dan Idul Fitri
adalah kemenangan Muhammad dalam melawan kaum musryk Mekah waktu itu.
Kemerdekaan Indonesia baru dirayakan dalam waktu 67 tahun sementara hari raya
idul fitri sudah melampui 14 abad yaitu sudah diperingati yang ke-1433 tahun
yang lalu. Hal yang paling menarik dari persamaan kemerdekaan dan Idul Fitri
adalah sebuah kemenangan yang dirayakan. Makna dari keduanya mempunyai kesamaan
dalam arti luas untuk sebuah penghayatan diri terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah Merdeka
mengandung arti 1) bebas dari perhambaan, penjajahan, berdiri sendiri; 2)
Tidak terkena atau lepas dari tuntutan; 3) tidak terikat, tidak bergantung
kepada orang atau pihak tertentu, leluasa. Kemerdekaan adalah suatu keadaan berdiri
sendiri yang bebas, lepas, tidak terjajah lagi dan memiliki kebebasan. Hal ini
mempunyai persamaan dengan makna Idul Fitri yaitu hari kemenangan atau kembali
fitrah suci serta terbebas dari segala dosa. Idul Fitri adalah kembali kepada
fitrah. Fitrah adalah sifat asal, kesucian, bakat, pembawaan. Dari definisi
kamus dan interaksi nilai makna dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hari
kemerdekaan adalah sama dengan hari raya idul fitri di Indonesia.
Permasalahannya adalah apakah benar nilai-nilai dari kemerdekaan atau fitrah
manusia tersebut termanifesatai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti
hari ini. Apakah bangsa ini sudah terbebas dari jerat hutang luar negeri/ dept
trap, terkungkung oleh perbudakan VOC-VOC baru abad 21, serta perhambaan dari segala
bentuk perilaku kehidupan bangsa yang telah mengedepankan hedonism,
imperialism, dan liberalism. Adakah kemerdekaan atau kemanangan bagi kaum
penghuni ibu pertiwi ini? Sejenak kita renungkan dan heningkan dalam satuan
detik peringatan hari proklamasi ini maupun saat idul fitri tahun ini.
Eksistensi Kemerdekaan dan Fitrah
Manusia
Eksistensi Einstein terhadap materi meliputi tiga hal yaitu dimensi ruang, masa
dan waktu. Eksistensi pohon meliputi akar, batang dan buah. Begitu juga dengan
sebuah eksistensi makna sebuah bahasa Kemerdekaan meliputi tiga komponen yaitu
pemikiran, perkataan dan perbuatan. Kemerdekaan sejati meliputi kemerdekaan
dalam pemikiran, kemerdekaan perkataan dan kemerdekaan dalam perbuatan. Itulah
dimensi iman versi bahasa Arab yang meliputi Amanu Bi Qolbu, Ikrar Bi Lisan,
Amalu bi Arkan. Eksistensi dan esensi meliputi kesatuan antara
pemikiran, perkataan dan perbuatan. Kalau kemudian dimensi ini kita asosiasikan
dan analisakan terhadap nilai-nilai kemerdekaan kita hari ini maka kita dapat
menjawab bahwa kemerdekaan ini sudah terbukti nyata dan konkret atau masih
sebatas proses yang harus terus diperjuangkan dan menggenapi mimpi kemerdekaan.
Hal ini penting untuk dilakukan agar bangsa ini memahami positioning negerinya
didalam perjalanan kehidupannya di bumi tercinta Nusantara. Peringatan
Kemerdekaan RI yang ke-67 kalau kita analisa dengan kehidupan yang ada dalam
bangsa ini terkait dengan fenomena ekonomi, sosial, politik, budaya dan
pertahanan keamanan maka bisa dikatakan bahwa kemerdekaan masih sebatas
pemikiran dan perkataan. Setiap kali memperingati Upacara 17 Agustus bangsa ini
selalu meneriakkan dan mangangkat kepalan tangan dengan suara keras berkata “
Merdeka, Merdeka, Merdeka”. Proses perwujudan ini terham
bat pada tataran implementasi ketika para pelaku kebangsaan ini dihadapkan dengan persoalan dan ujian proses kehidupannya. Nilai-nilai kemerdekaan seperti independensi, kebebasan, kemandirian tidak bisa dilakukan karena masih takut dengan intervensi kekuatan asing. Para pemimpin negeri ini menjadi tidak berkuasa ketika berhadapan dengan modal capital untuk merampas dan menjajah secara halus bangsa ini. Akibatnya adalah para penanggungjawab bangsa ini mencari titik aman dan nyaman untuk menerima dan tunduk pada permintaan asing yang pada akhirnya berkorelasi terhadap kesengsaraan rakyat. Kasus ini dapat kita temui dimanapun di bangsa ini mulai dari Freeport, Chevron serta perusahaan asing lainnya. Bumi, Tanah, Air dikuasai oleh Negara dan dpergunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Amanah ini telah gagal diperjuangkan atau di “merdekakan” oleh orang terdepan di bangsa ini. Namun demikian, kondisi semua itu harus kita alami, nikmati serta maknai sebagai suatu perbuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semua kejadian Kemerdekaan, Penjajahan serta kemakmuran bangsa ini sudah diatur dan di scenario oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan detail dan sempurna. Kita sebagai manusia harus berusaha mempelajari scenario dan menjadi actor sebaik mungkin.
bat pada tataran implementasi ketika para pelaku kebangsaan ini dihadapkan dengan persoalan dan ujian proses kehidupannya. Nilai-nilai kemerdekaan seperti independensi, kebebasan, kemandirian tidak bisa dilakukan karena masih takut dengan intervensi kekuatan asing. Para pemimpin negeri ini menjadi tidak berkuasa ketika berhadapan dengan modal capital untuk merampas dan menjajah secara halus bangsa ini. Akibatnya adalah para penanggungjawab bangsa ini mencari titik aman dan nyaman untuk menerima dan tunduk pada permintaan asing yang pada akhirnya berkorelasi terhadap kesengsaraan rakyat. Kasus ini dapat kita temui dimanapun di bangsa ini mulai dari Freeport, Chevron serta perusahaan asing lainnya. Bumi, Tanah, Air dikuasai oleh Negara dan dpergunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Amanah ini telah gagal diperjuangkan atau di “merdekakan” oleh orang terdepan di bangsa ini. Namun demikian, kondisi semua itu harus kita alami, nikmati serta maknai sebagai suatu perbuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semua kejadian Kemerdekaan, Penjajahan serta kemakmuran bangsa ini sudah diatur dan di scenario oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan detail dan sempurna. Kita sebagai manusia harus berusaha mempelajari scenario dan menjadi actor sebaik mungkin.
Inspirasi Memerdekakan Bangsa Indonesia
Memerdekakan artinya menjadikan merdeka, membebaskan diri, melepaskan dari
penjajahan, memberikan kebebasan. Proses melepaskan diri dari perbudakan itu
tidak mudah dan membutuhkan perjuangan. Sejarah mencatat seperti halnya kasus
Yesus yang harus disalib karena berjuang untuk melepaskan perbudakan bangsanya
dari penjajah pada waktu itu. Aktivitas memerdekakan ini membutuhkan inspirasi
atau ilham yang besar dan komunal dari seluruh anak negeri. Inspirasi ini
penulis temukan pada saat menikmati perjalanan di pelosok-pelosok desa. Penulis
menemukan semangat dan jiwa nasionalisme para penghuni negeri ini ditandai
dengan kerelaan dan antusias penghuni rumah dalam memasang bendera pusaka Merah
Putih pada saat peringatan 17 Agustus 2012 ini. Indikator ini menjadi fakta
menarik bahwa kehidupan masyarakat level terbawah bangsa ini mempunyai
kesadaran dan cinta terhadap tanah air. Ini merupakan suatu potensi maha
dahsyat untuk memperbaiki bangsa ini. Rakyat adalah kekuatan maha besar luar
biasa yang dapat membangun apa saja ataupun bahkan menghancurkan apa saja.
Penulis merekam beberapa fenomena menarik akan suatu pengharapan yang sangat
besar dari masyarakat agar bangsa ini menjadi bangsa yang damai sejahtera. Pada
malam tirakatan dan potong tumpeng kemerdekaan tersebut, penulis berbicang seru
dengan para penghuni kampong di satuan wilayah Semarang yang merupakan bagian
dari Indonesia. Semua orang dari status sosial berkumpul melebur menjadi satu
untuk mengehingkan cipta malam 17 agustusan. Dalam perbicangan tersebut begitu
besarnya rasa cinta dan peduli anak-anak bangsa ini terhadap kondisi bangsa
Indonesia hari ini. Rakyat adalah kekuatan potensial yang jika dipersatukan
akan mampu meruntuhkan segala bentuk hegemoni rezim yang menginginkan runtuhnya
bangsa ini. Tetapi kita tidak perlu kuatir, semua orang kasta terbawah bangsa
ini masih mempunyai jiwa dan semangat keIndonesiaan. Begitu juga pada sat
penulis mengikuti Upacara Bendera di Balai Kota Semarang, peserta dari kalangan
masyarakat umum dengan antusias mengikuti upacara. Tetapi sayang dari aparatur
berbaju batik putih hijau PNS kurang menghormati dan memaknai upacara karena
sudah bubar sebelum acara selesai karena kepanasan. Hal inilah yang menjadi
permasalahan hari ini yaitu rasa cinta tanah air yang termanipulasi oleh para
pucuk pimpinan bangsa ini. Status sosial para penguasa inilah yang sangat
menentukan nasib bangsa ke depan. Kita hari ini harus terus mendorong laisan
masyarakat untuk mencintai bangsanya sehingga ketika para penguasa itu akan
melakukan tipu daya maka rakyat sudah menjadi pintar dan bisa mengambil sikap
untuk membangun bangsanya. Bersatunya rakyat atau manunggalnya rakyat akan
menjadi power yang luar biasa untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
Indonesia.
Kembali Berjuang Memerdekaan Indonesia
Hari ini Indonesia sudah berumur 67 tahun. Sudah saatnya kita hari ini untuk
menyatukan dan menyelaraskan pemahaman kita tentang kemerdekaan. Kesatuan
pemikiran, perkataan dan perbuatan untuk memerdekaan bangsa Indonesia menjadi
kunci utama. Generasi bangsa hari ini harus bersatu padu memahami kondisi
bangsanya dan segera berbenah dengan melakukan yang terbaik pada posisi
masing-masing. Bagaimanapun kondisi dan situasi yang terjadi di bangsa ini,
kita tetap harus mensyukuri sebagai bagian dari karya Illahi. Kita harus
mengembalikan semua kondisi ini kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana hal itu
sudah ada eksistensinya dalam lembaran Kitab Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Kita harus kembali kepada fitrah penciptaan kemerdekaan ini
yang melandasinya yaitu alenia Pembukaan UUD 1945. Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila merupakan filsafat dan
dasar Negara Indonesia. Dengan melakukan reinterpretasi, internalisasi, dan
reaktualisasi nilai-nilai Pancasila akan mendapatkan jalan kebenaran dan
jembatan emas menuju kesejahteraan abadi. Tidak akan ada Negara MERDEKA
Tanpa adanya Pribadi-Pribadi yang MERDEKA. Inilah IDUL FITRI Hakiki bagi semua
anak-anak negeri yang tinggal di bumi Ibu Pertiwi.…MERDEKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar