Universitas Negeri Semarang

SELAMAT DATANG PARA PEMBACA. Bekerjalah dengan hatimu melalui KONTRIBUSI DAN PENGABDIAN TERBAIK serta gunakan segala potensi yang anda miliki. Pada saat itu anda tidak akan merasa BEKERJA. karena setiap TINDAKAN adalah pilihan YANG MENDATANGKAN KEBAHAGIAAN.

Minggu, 19 Februari 2012

PEMBELAJARAN KREATIF INOVATIF BERBASIS KOMPETENSI


BAB  I         PENDAHULUAN
Buku ajar ini merupakan panduan bagi guru/praktisi pendidikan untuk membantu meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam memantapkan profesinya sebagai guru. Materi buku ajar ini membahas tentang strategi dan model pembelajaran komtemporer yang kreatif dan inovatif. Pemilihan model-model pembelajaran ditekankan pada bagaimana menciptakan siswa untuk belajar aktif, siswa mandiri, inovatif, dan kreatif. Pembelajaran didesain dengan menciptakan keterlibatan siswa aktif dalam proses pembelajaran dengan mendorong mereka untuk: (1) menemukan cara-cara mereka sendiri dalam memecahkan beberapa masalah, (2) saling tukar pandangan ide-ide penyelesaian yang tidak hanya memperkuat jawaban yang salah atau benar semata, dan (3) berfikir kreatif. Model dan strategi pembelajaran yang dikaji meliputi model-model pembelajaran yang merupakan bagian implementasi dari penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dapat dikembangkan pada tiap satuan pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Kompetensi umum yang diharapkan setelah Anda mempelajari buku ajar ini adalah dapat mendiskripsikan, menganalisis, dan menerapkan model dan strategi pembelajaran untuk melaksanakan tugas pembelajaran sehari-hari.
Setelah mempelajari buku ajar ini diharapkan Anda dapat memiliki kompetensi terkait dengan pembelajaran kreatif dan inovatif berikut ini.
1.        Menjelaskan konsep dan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi.
2.        Mendeskripsikan pengertian beberapa strategi dan model pembelajaran.
3.        Mengaplikasikan model-model pembelajaran berbasis kompetensi.
4.        Mendeskripsikan dan menerapkan pembelajaran Kontekstual (CTL) pada mata pelajaran yang diampu.
5.        Mendeskripsikan dan menerapkan pembelajaran Kooperatif pada mata pelajaran yang diampu.
6.        Mendeskripsikan dan menerapkan berbagai model pembelajaran yang dipilih sesuai mata pelajaran yang diampu.

BAB  II      KONSEP PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI
1.        Konsep dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Kegiatan pembelajaran dirancang mengikuti konsep dan prinsip-prinsip belajar-mengajar. Pembelajaran merupakan kegiatan interaksi antara guru dan peserta didik dengan penekanan aktiftivitas pada diri peserta didik dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada peserta didik untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri peserta didik, tetapi guru bertangung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Berikut disajikan ciri-ciri Kegiatan Belajar Mengajar yang memberdayakan potensi peserta didik.
a.      Pembalikan Makna Belajar
Dalam pikiran kebanyakan praktisi pendidikan, makna dan hakikat belajar seringkali hanya diartikan sebagai penerimaan informasi dari sumber informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya, guru masih memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan transfer informasi (baca: penuangan ‘air’ informasi) dari guru ke peserta didik. Untuk keperluan implementasi pembelajaran yang berbasis kompetensi, guru perlu melakukan pembalikan makna dan hakikat belajar. Pada pandangan dan paradigma ini, makna dan hakikat belajar diartikan sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman.
b.       Berpusat pada Peserta Didik
Peserta didik memiliki perbedaan satu sama lain. Peserta didik berbeda dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Peserta didik tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, peserta didik lain lebih mudah dengan melihat (visual), atau dengan cara kinestetika (gerak). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai karakteristik peserta didik. Pembelajaran perlu menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar. Artinya pembelajaran memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial peserta didik. pembelajaran perlu mendorong peserta didik untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
c.       Belajar dengan Mengalami
Pembelajaran perlu menyediakan pengalaman nyata dalam kehidupan seharihari dan atau dunia kerja yang erkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari. Karena itu, semua peserta didik diharapkan memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman indrawi yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dari melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Dalam hal ini, beberapa topik tidak mungkin disediakan pengalaman nyata, guru dapat menggantikannya dengan metode atau situasi buatan dalam wujud simulasi. Jika ini juga tidak mungkin, sebaiknya peserta didik dapat memperoleh pengalaman melalui alat audio-visual (dengar-pandang). Pilihan pengalaman belajar melalui kegiatan mendengar adalah pilihan terakhir.
d.      Mengembangkan Keterampilan Sosial, Kognitif, dan Emosional
Peserta didik akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada peserta didik lain atau guru. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman peserta didik melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok. Penyampaian gagasan oleh peserta didik dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari peserta didik lain atau guru. Pembelajaran perlu mendorong peserta didik untuk mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuannya kepada peserta didik lain, guru atau pihak-pihak lain.
e.       Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Ber-Tuhan
Peserta didik dilahirkan dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan. Rasa ingin tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif. Sementara, rasa fitrah ber-Tuhan merupakan embrio atau cikal bakal untuk bertaqwa kepada Tuhan. Pembelajaran perlu mempertimbangkan rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan agar setiap sesi kegiatan pembelajaran menjadi wahana untuk memberdayakan ketiga jenis potensi ini.
f.       Belajar Sepanjang Hayat
Peserta didik memerlukan kemampuan belajar sepanjang hayat untuk bisa bertahan (survive) dan berhasil (sukses) dalam menghadapi setiap masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari. Karena itu, peserta didik memerlukan fisik dan mental yang kokoh. Pembelajaran perlu mendorong peserta didik untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Tuhan YME kepadanya. Demikian pula pembelajaran perlu membekali peserta didik dengan keterampilan belajar, yang meliputi pengembangan rasa percaya diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang lain, kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama supaya mendorong dirinya untuk senantiasa belajar, baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas.
g.      Perpaduan Kemandirian dan Kerjasama
Peserta didik perlu berkompetisi, bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. Pembelajaran perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan solidaritas. Pembelajaran perlu menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan peserta didik bekerja secara mandiri.
2.        Pengelolaan Pembelajaran   
a.      Mengaktifkan Peserta didik
Jika peserta didik belum biasa bekerja efektif dalam kelompok, maka guru boleh menetapkan tugas untuk masing-masing kelompok dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti:
1)      kelompok itu kecil (dua sampai tiga peserta didik) dan guru menetapkan anggota kelompok;
2)      tugas itu dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat saja;
3)      tugas itu sederhana;
4)      perintah-perintah jelas dan diberikan selangkah demi selangkah;
5)      guru perlu menyediakan sumber belajar;
6)      guru menerangkan dengan jelas peran setiap peserta didik yang sedikit berbeda di dalam kelompok; dan
7)      penilaian bersifat informal dan guru perlu membahas dan mendiskusikan tugas itu dengan peserta didik Suatu bagian penting dari tugas ini adalah belajar bekerjasama. 
Strategi ini merupakan temuan dari Jigsaw dimana kerja kelompok yang terstruktur didasarkan pada kerjasama dan berbagai tanggung jawab. Strategi ini menjamin agar setiap peserta didik memikul suatu tanggung jawab yang jelas dalam kelompoknya. Kelas diatur ke dalam sejumlah kelompok dengan 4-6 anggota untuk masing-masing kelompok. Tugas dibagi dalam sejumlah kelompok yang telah ditetapkan. Di dalam kelompok pangkalan yang terdiri atas 4-6 peserta didik, terdapat 4-6 pertanyaan untuk dijawab, atau 4-6 potongan informasi untuk ditemukan atau 4-6 bagian suatu metode untuk dirancang atau diperiksa. Dalam setiap kelompok, setiap peserta didik meneliti satu dari isu atau pertanyaan yang berbeda-beda itu. Anda dapat menugaskan tugas khusus untuk anggota-anggota kelompok berunding diantara mereka mengenai siapa yang akan melakukan apa.
b.      Membangun Peta Konsep
Peta konsep dapat dikembangkan secara individual atau dalam kelompok kecil. Peserta didik-peserta didik mengatur sejumlah konsep atau kata-kata kunci pada satu halaman kertas, kemudian menghubungkannya dengan garis-garis dan sepanjang garis itu ditulis suatu kata atau ungkapan yang menjelaskan kaitan antarkata-kata atau konsep-konsep.
Peta konsep dapat digunakan untuk:
1)      membantu guru mengetahui sejauhmana pengetahuan peserta didik-peserta didik tentang suatu topik sebelum kelas mulai mengerjakannya, sehingga guru dapat merencanakan urutan pembelajaran selanjutnya.  
2)      menyediakan suatu titik tolak untuk diskusi antarpeserta didik guna memperjelas pengertian mereka.   
3)      memberi umpan balik tentang sejauhmana peserta didik sudah memahami topik itu.
4)      mengaitkan gagasan-gagasan dan pengertian yang dikembangkan dalam satu kegiatan dengan apa yang mereka pelajari dalam kegiatan lain.  
c.       Mengamati secara Aktif
Sering para peserta didik tidak berpikir dan belajar aktif pada waktu menonton video. Beberapa orang guru mengajukan sejumlah pertanyaan kepada mereka untuk dijawab pada waktu mereka menonton video. Biasanya pertanyaan-pertanyaan itu disajikan dengan jawaban-jawaban akan muncul di dalam video dan ungkapan-ungkapan kunci di dalam pertanyaan-pertanyaan juga terjadi di dalam video, sehingga menunjuk pada jawaban. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mudah dijawab dan jarang menuntut keterlibatan aktif.
Untuk menjamin agar para peserta didik berpikir aktif sewaktu menonton video, mintalah mereka untuk:
1)      menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang mereka pikirkan pada waktu menonton video.   
2)      menuliskan contoh-contoh kategori tertentu dari peristiwa-peristiwa, benda-benda, dan sebagainya yang muncul dalam video itu.  
d.      Melakukan Kerja Praktik
Kerja praktik selalu menjadi bagian penting dari pembelajaran sains. Namun, kerja praktik tradisional jenis resep atau selangkah demi selangkah bukanlah strategi belajar yang efektif. Peserta didik mungkin mengikuti perintah-perintah sejenis resep itu dan memperoleh hasil-hasil yang diharapkan tanpa memahami konsep yang sedang diselidiki atau pengertian tentang pentingnya hasil-hasil yang diperoleh.
Terdapat beberapa cara yang menjamin bahwa peserta didik secara aktif terlibat dalam kerja praktik mereka dan bahwa mereka belajar dari pengalaman itu.
1)      Satu strategi sederhana adalah memberi para peserta didik perintah-perintah dalam suatu susunan acak.  
2)      Sebelum memulai eksperimen, seperti mengkombinasi warna, mereka hendaklah diminta untuk meramalkan hasil-hasilnya.  
3)      Mereka dapat diberi suatu kumpulan peralatan yang tepat dan suatu pertanyaan untuk diselidiki.   
4)      Mereka dapat diberi pertanyaan penelitian eksperimen terbuka (tidak terbatas), yakni diberi hanya rincian topik yang sedang dibicarakan dan mungkin beberapa gagasan tentang beberapa aspek topik yang akan mereka selidiki.   

BAB  III    MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN INOVATIF 
1.        Model Pembentukan Konsep
Setiap konsep memiliki empat elemen yaitu: nama, contoh atau eksemplar, ciri-ciri (atribut) esensial dan tidak esensial, serta nilai dari cir-ciri tersebut. Tujuan akhir pembelajaran adalah peserta didik mampu menunjukkan berbagai konsep dan merumuskan definisi konsep tersebut.
Model pembelajaran pembentukan konsep dilakukan dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut.
1)        Guru menyajikan contoh konsep, misalnya keluarga, desa, kota, negara, pemerintah.
2)        Peserta didik diminta mengidentifikasi ciri-ciri konsep tersebut dalam contoh positif dan contoh negatif.
3)        Guru memancing siswa untuk mengkaitkan diantara ciri-ciri esensial dari konsep tersebut.
4)        Peserta didik membuat definisi tentang konsep tersebut atas dasar ciri-ciri utama/esensialnya.
5)        Peserta didik mengidentifikasi tambahan konsep lain yang berlabel.
6)        Peserta didik menegaskan nama konsep dan merumuskan definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri esensialnya.
2.        Model Berfikir Induktif
Model berfikir induktif berangkat dari prinsip berfikir merupakan transaksi aktif antara individu (peserta didik) dengan fakta-fakta yang ada di lingkungannya. Proses berfikir induktif ini bergerak dari fakta-fakta yang khusus menuju ke generalisasi yang bersifat umum. Proses berfikir induktif dimulai dari berhadapan dengan fakta-fakta, mengkategorikan fakta-fakta itu, mencari hubungan antarkategori, membuat hipotesis, dan memverifikasikannya (Joyce and Weil, 1980).
Tahap-tahap pembelajaran dengan model induktif adalah:
a.         menghadapkan siswa pada realitas lingkungan yang kompleks, guru dapat memilih anak-anak dibawa ke masyarakat atau realitas masyarakat dibawa ke dalam kelas. Jika guru membawa masyarakat ke dalam kelas, maka guru harus menyiapkan data-data dan menyajikannya secara acak kepada peserta didik;
b.        siswa mengelompokkan data-data tersebut ke dalam berbagai kategori dan memberi nama konsep;
c.         siswa mencari ciri-ciri atau kriteria masing-masing kategori yang ditemukannya;
d.        siswa mencari hubungan antarkategori/konsep;
e.         siswa membuat hipotesis (prediksi) berdasarkan temuan hubungan antarkonsep; dan
f.         siswa membuktikan hipotesisnya (verifikasi/kesimpulan).
3.        Model Pengorganisasian Konsep (Berfikir Deduktif)
Model pembelajaran pengorganisasian konsep didasarkan kepada prinsip berfikir deduktif. Alasan penggunaan prinsip berfikir deduksi, sebab materi pembelajaran diambil dari cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan terdiri atas konsep-konsep yang terorganisasi, berbentuk prinsip dan pola pemikiran yang terus-menerus terdeferensiasi menjadi konsep-konsep yang lebih khusus. Peran guru dalam model ini sangat dominan dan aktif.
  Adapun tahap-tahap pembelajarannya sebagai berikut.
a.         Guru mengemukakan konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau teori yang bersifat umum kemudian dipecah-pecah menjadi hal-hal yang lebih khusus.
b.        Guru menyajikan bagan konsep atau pohon ilmu. Siswa diminta mencermati, bahwa pohon ilmu batangnya adalah prinsip umum ilmu tertentu. Cabangnya adalah konsep-konsep yang mendukung prinsip umum itu. Sedangkan ranting dari setiap konsep adalah datanya.
c.         Siswa memahami bagan konsep tersebut dengan sesekali menanyakan yang belum jelas.
4.        Model Klarifikasi Nilai
Model klarisfikasi nilai dikenal dengan VCT (value clarification technique) adalah model pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu memperjelas nilai-nilai yang dimilikinya. Prinsipnya bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu melakukan penilaian. Model klarifikasi nilai cocok untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memperjelas nilai-nilai yang dipegangnya. Siswa menjadi sadar siapa dirinya, persamaan dan perbedaannya dengan orang lain. Efek sampingnya siswa menjadi toleran terhadap perbedaan. Oleh karena itu, suasana kebebasan harus dijaga oleh guru selama pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan tahap-tahap berikut ini.
1)        Peserta didik dihadapkan pada sejumlah pilihan. Dalam hal ini, guru dapat memilih teknik value sheets, voting, rank ordering, survei nilai, menentukan posisi dalam kontinum, atau membobot alternatif.
2)        Siswa menentukan pilihan, berpendapat atau menyatakan pendiriannya secara bebas. Guru merangsang (melalui pertanyaan-pertanyaan) agar peserta didik membuat pilihan yang logis, yakni dengan mempertimbangkan konsekuensi pilihannya.  
3)        Siswa (didorong melalui pertanyaan guru) mengungkap hal-hal yang sudah diperbuat terkait dengan pilihannya. Berapa kali siswa berbuat hal yang sama.
5.        Model Simulasi
Model simulasi ini sempat terkenal di Indonesia dalam salah satu versinya. Sebenarnya model simulasi ini berusaha meniru kegiatan yang menggunakan mesin–mesin yang kompleks dan berbahaya ke dalam bentuk yang sederhana dan dapat dikontrol. Dalam bidang sosial, masyarakat juga sangat kompleks dan sulit dipelajari. Oleh karena itu, mekanisme dalam masyarakat dapat disederhanakan, kemudian ditirukan oleh siswa didalam kelas. Misalnya siswa menirukan proses pembuatan aturan, pemilihan umum, dan lain–lain (Joyce dan Weil, 1980: 295).
Langkah pembelajarannya adalah:
1)    guru menyiapkan alat simulasi,
2)    guru menyiapkan prosedur simulasi,
3)    siswa melakukan simulasi seuai dengan prosedur yang telah ditentukan, dan
4)    siswa membuat kesimpulan dan memamerkan hasil simulasinya.
6.        Model Pembelajaran CTL
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru mempraktikkan  tujuh komponen utama pembelajaran CTL, yaitu: konstruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), refleksi (reflectin), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
a.        Konstruktivisme (Contructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus merekonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:
1)        menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
2)        memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
3)        menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Lalu, bagaimana penerapannya di kelas? Bagaimanakah cara merealisasikannya pada kelas-kelas di sekolah kita?
Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu: ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktik mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan sebagainya. Mari kita kembangkan cara-cara itu lebih banyak!
b.        Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru kreatif selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Adapun siklus inquiri, yaitu:
1)        observasi,
2)        bertanya,
3)        mengajukan dugaan,
4)        pengumpulan data, dan
5)        penyimpulan.
Kata kunci dari strategi inkuiri adalah siswa menemukan sendiri. Ada 4 langkah kegiatan menemukan (inkuiri).
1)        Merumuskan masalah (dalam matapelajaran apapun).
a)         Bagaimanakah silsilah raja-raja Majapahit? (sejarah)
b)        Bagaimanakah cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai (Bahasa Indonesia)
c)         Ada berapa jenis tumbuhan menurut bentuk bijinya? (Biologi)
d)        Kota mana saja yang termasuk kota besar di Indonesia (Geografi)
2)        Mengamati atau melakukan observasi.
a)         Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.
b)        Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati.
3)        Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya.
a)         Siswa membuat peta kota-kota besar sendiri.
b)        Siswa membuat paragraf deskripsi sendiri.
c)         Siswa membuat bagan silsilah raja-raja Majapahit sendiri.
d)        Siswa membuat penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri.
e)         Siswa membuat essai atau usulan kepada Pemerintah tentang berbagai masalah di daerahnya sendiri, dan seterusnya.
4)        Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau pendengar yang lain.
a)         Karya siswa disampaikan teman sekelas atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukan.
b)        Bertanya jawab dengan teman.
c)         Memunculkan ide-ide baru.
d)        Melakukan refleksi.
e)         Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah, dan seterusnya.
c.         Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari ‘bertanya’. Sebelum tahu Kota Poso, seseorang bertanya “Mana arah ke Kota Poso?” Bertanya merupakan strategi utama CTL. Dalam pembelajaran CTL, kegiatan bertanya digunakan untuk:
1)        menggali informasi, baik administrasi maupun akademis;
2)        mengecek pemahaman siswa;
3)        membangkitkan respon kepada siswa;
4)        mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa;
5)        memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)        mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa;
7)        untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan
8)        untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Bagaimana penerapannya di kelas? Hampir pada semua aktivitas belajar, bertanya dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb.  Aktivitas bertanya juga dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.
d.         Masyarakat belajar (learning community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “Bagaimana caranya? Tolong bantu aku!” Lalu temannya yang sudah bisa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’ antar-teman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. 
‘Masyarakat belajar’ bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam:
1)        pembentukan kelompok kecil;
2)        pembentukan kelompok besar;
3)        mendatangkan ‘ahli’ di kelas (tokoh, olah ragawan, dokter, dan sebagainya.);
4)        bekerja dengan kelas sederajat;
5)        bekerja dengan kelas di atasnya; dan
6)        bekerja dengan masyarakat.
e.         Pemodelan (Modeling)
Dalam proses pembelajaran itu ada model yang dapat ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebagainya. Dengan demikian, guru memberi model tentang ‘bagaimana cara belajar’.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model itu dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.
Bagaimana contoh praktik pemodelan di kelas?

1)        Guru Bilologi diundang untuk memberikan uraian tentang dampak kerusakan lingkungan terhadap masa depan Indonesia di hadapan siswa.

2)        Guru mendatangkan seorang veteran kemerdekataan di kelas, lalu siswa diminta bertanya jawab dengan tokoh itu.

3)        Guru mendatangkan hakim, lalu siswanya diminta bertanya jawab tentang peran tokoh tersebut dalam penegakan hukum.

f.         Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya ketika pelajaran berakhir, siswa merenung “Kalau begiru, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer saya lebih tertata”.
Refleksi ini diwujudkan dalam bentuk, pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
1)        pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu,
2)        catatan atau jurnal di buku siswa,
3)        kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,
4)        diskusi, dan
5)        hasil karya.
g.        Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Karena penilaian menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
7.        Model Pembelajaran Kooperatif 
John Dewey (dalam Budihardjo) menyatakan bahwa kelas adalah cermin dari masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif seharusnya dapat membentuk siswa agar memiliki keterampilan sosial yang tinggi, dapat mengembangkan sikap demokratis, dan terampil berfikir logis. Dengan kata lain, model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.  
Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuik mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah utnuk membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini, sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.
Langkah-langkah (Sintak) Pembelajaran Kooperatif
Langkah-langkah (sintak) umum pembelajaran kooperatif, dari awal hingga akhir, menurut Ismail  (2003) dijabarkan sebagai berikut.
Fase
Sintak
Kegiatan Guru
1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif
2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasikan atau lewat bahan bacaan
3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas
5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok
6
Memberi penghar-gaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
Beberapa Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
a.        Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model ini dikembangkan oleh Elliot aronson, dkk dari Universitas Texas yang kemudian di adaptasi oleh Slavin dan dinamakan model Jigsaw. Dalam model ini siswa bekerja dalam suatu kelompok (ada kelompok asal dan kelompok ahli) yang terdiri dari beberapa siswa yang heterogen. Secara ringkas, langkah-langkah pembelajaran menggunakan jigsaw sebagai berikut.
Pembentukan Kelompok Pangkalan
Misalkan dalam kelas ada 30 siswa, kita urutkan siswa berdasarkan kemampuannya, seperti sangat baik, baik, sedang, dan rendah, rendah sekali.
Selanjutnya anak dibagi menjadi 6 kelompok (Kelompok A – F). Tiap-tiap kelompok beranggotakan heterogen dalam kemampuannya. Anak diberi indek: indek 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indek 2 untuk kelompok baik, indek 3 untuk kelompok sedang, dan indek 4 untuk kelompok rendah. Misalkan (A1 berarti kelompok A dari kategori sangat baik, .... , A4 kelompak A dari kategori rendah). Tiap kelompok akan berisi:
1)        Kelompok A {A1, A2, A3, A4, A5}
2)        Kelompok  B {B1, B2, B3, B4, B5}
3)        Kelompok  C {C1, C2, C3, C4, C5}
4)        Kelompok  D {D1, D2, D3, D4, D5}
5)        Kelompok  E {E1, E2, E3, E4, E5}
6)        Kelompok  F {F1, F2, F3, F4, F5}
Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Ahli (Expert)
Selanjutnya kelompok itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang diberikan dan dibina supaya jadi expert, berdasarkan indeknya, seperti sebagai berikut.
1)        Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1, F1}
2)        Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2 ,E2, F2}
3)        Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3 ,E3, F3}
4)        Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4 ,E4, F4}
5)        Kelompok 5 {A5, B5, C5, D5, E, F5}
Tiap kelompok ini di beri materi permainan kecil sesuai dengan kemampuannya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa yang sangat baik kemapuannya diberi materi yang lebih komplek worksheet 1, kelompok 2 diberi materi worksheet 2, kelompok 3 diberi materi worksheet 3, kelompok 4 diberi materi worksheet 4, dan dan kelompok 5 diberi materi worksheet 5.
Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam kelompok sebagai tim ahli “expert”, tentunya peran guru cukup penting dalam fase ini.
Diskusi (Pemaparan) Kelompok Ahli dalam Group Pangkalan
Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing masing kembali dalam kelompok Pangkalan. Pada fase ini keenam kelompok (1-6) memiliki ahli dalam konsep-konsep tertentu (Workksheet 1-5). Selanjutnya guru mempersilahkan anggota kelompok untuk mempresentasikan keahliannya kepada kelompoknya masing-masing, satu persatu. Proses ini diharapkan akan terjadi shearing (berbagi) pengetahuan antarmereka.
Ada aturan yang harus diperhatikan dalam fase ini. Aturan-aturan itu  sebagai berikut.
1)        Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota tim mempelajari materi yang diberikan.
2)        Memperolah pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama. Jadi, siswa selesai belajar bila setiap anggota telah menguasai konsep.
3)        Tanyakan pada anggota kelompok sebelum tanya pada guru
4)        Pembicaraan dilakukan pelan agar tidak menggangu kelompok lain.
5)        Akhiri diskusi dengan “merayakannya” agar memperoleh kepuasan.
b.        Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD singkatan dari Student Teams-Achievement Divisions. STAD merupakan model pembelajaran kooperatif untuk pengelompokan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota.
Inti kegiatan dalam STAD adalah sebagai berikut.
1)        Mengajar: Guru mempresentasikan materi pelajaran.
2)        Belajar dalam Tim: Siswa belajar melalui kegiatan kerja dalam tim/kelompok mereka dengan dipandu oleh LKS, untuk menuntaskan materi pelajaran.
3)        Pemberian Kuis: Siswa mengerjakan kuis secara individual dan siswa tidak boleh bekerja sama.
4)        Penghargaan: pemberian penghargaan kepada siswa yang berprestasi dan tim/kelompok yang memperoleh skor tertinggi dalam kuis (Mohamad Nur, 1999:23).
Adapun langkah–langkah STAD dalam pembelajaran di sekolah sebagai berikut.
1)        Guru dapat meminta para siswa untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang segera akan dibahas, di rumah masing-masing.
2)        Di kelas, guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dan mengatur tempat duduk siswa agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka.
3)        Guru membagikan LKS. Setiap kelompok diberi 2 set.
4)        Anjurkan agar setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan LKS secara ber-pasangan dua-dua atau tigaan. Kemudian saling mengecek pekerjaannya di antara teman dalam pasangan atau tigaan itu.
5)        Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, teman 1 tim/kelompok ber-tanggung jawab untuk menjelaskan kepada temannya yang tidak bisa tadi.
6)        Berikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaannya sendiri.
7)        Bila ada pertanyaan dari siswa, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu kelompok sebelum mengajukannya kepada guru.
8)        Guru berkeliling untuk mengawasi kinerja kelompok.
9)        Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada kelompok secara proporsional.
10)    Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru.
11)    Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan.
12)    Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerja sama dalam mengerjakan kuis. Setelah siswa selesai mengerjakan kuis, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis.
13)    Berikan penghargaan kepada siswa yang benar, dan kelompok yang memperoleh skor tertinggi. Berilah pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
14)    Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para siswa tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
15)    Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing.
16)    Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi yang ditentukan.
8.        TALKING STICK
­Langkah-langkah  
a.         Guru menyiapkan sebuah tongkat
b.         Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
c.         Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya
d.        Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
e.         Guru memberikan kesimpulan
f.          Evaluasi
g.         Penutup.
9.         EXAMPLES NON EXAMPLES (CONTOH DAN BUKAN CONTOH) Contoh dapat dari kasus/gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah  
a.         Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
b.         Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
c.         Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
d.        Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
e.         Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
f.          Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
g.         Kesimpulan
10.    PICTURE AND PICTURE
Langkah-langkah  
a.         Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b.         Menyajikan materi sebagai pengantar
c.         Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
d.        Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
e.         Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
f.          Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
g.         Kesimpulan/rangkuman
11.    COOPERATIVE SCRIPT
(DANSEREAU CS., 1985)
Skrip kooperatif merupakan metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah  
a.         Guru membagi siswa untuk berpasangan
b.         Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
c.         Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
d.        Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar:
           menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; dan
           membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e.         Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
f.          Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
g.         Penutup
12.    KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
Langkah-langkah  
a.         Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
b.         Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya, siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
c.         Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
d.        Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
e.         Kesimpulan
13.    PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)
(PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH)
Langkah-langkah  
a.         Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b.         Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
c.         Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d.        Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
e.         Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
14.    ARTIKULASI
Langkah-langkah  
a.         Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
b.         Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
c.         Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
d.        Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar